Search
Close this search box.
Search

Profil Singkat Jaring Nusa KTI

JARING NUSA KTI merupakan koalisi 15 organisasi yang tergabung dalam Jaring Nusa. Organisasi tersebut antara lain Yayasan EcoNusa, WALHI Nasional, WALHI Sulawesi Selatan, Yayasan Hutan Biru, Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Yayasan Bonebula Sulteng, Yayasan PakaTiva Malut, WALHI Maluku Utara, Moluccas Coastal Care, Tunas Bahari Maluku, Yayasan Tananua Flores NTT, Yayasan Suara Nurani Minaesa Sulut, Komdes Sultra, LPSDN NTB, Japesda Gorontalo, Yayasan Pendidikan Rakyat, Jala Ina, dan PGM Malaumkarta

Jaring Nusa berkomitmen untuk mendorong perlindungan dan penyelamatan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil khususnya  di kawasan timur Indonesia. Dideklarasikan oleh 14 NGO atau CSO yang bekerja di wilayah Indonesia Timur. Deklarasi Jaring Belajar Pesisir, Laut dan Pulau kecil atau Jaring Nusa menyatakan bahwa fakta-fakta kerentanan pesisir dan pulau kecil di KTI (Kawasan Timur Indonesia) terhadap perubahan iklim, pembangunan dan pemanfaatan SDA membutuhkan penguatan bagi komunitas agar lebih tangguh (resilient) untuk memitigasi dan mengadaptasinya.

Mengapa JARING NUSA KTI

Jaring adalah simbol sumber penghidupan mayoritas nelayan skala kecil dan masyarakat pesisir, sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Makna jaring dalam merangkum, mengumpulkan potensi dalam satu wadah menjadi filosofi dasar JARING NUSA KTI.  JARING juga adalah akronim dari JEJARING yang bermakna simpul-simpul organisasi baik CSO atau OR yang direkatkan oleh nilai, ide, visi dan intensi yang sama dan jelas.

Nusa berarti pulau-pulau atau kepulauan yang menjadi ciri dari Kawasan Timur Indonesia (KTI). Jejaring ini akan merekatkan pesisir dan pulau-pulau kecil di KTI dalam wadah belajar bersama

Tujuan JARING NUSA KTI

“Sebagai ruang belajar, berbagi ide dan pengetahuan serta melahirkan aksi dan produk belajar terkait pesisir dan pulau kecil di KTI”

Intensi bersama JARING NUSA KTI

Sikap dan Deklarasi Jaring Nusa

1.

Fakta-fakta kerentanan pesisir dan pulau kecil di KTI terhadap perubahan iklim, pembangunan dan pemanfaatan SDA membutuhkan penguatan bagi komunitas agar lebih tangguh (risilien) untuk memitigasi dan mengadaptasinya.

2.

Cara lokal dan tradisional yang selama ini dijalankan masyarakat pesisir dan pulau kecil dalam mengadaptasi perubahan lingkungan, sosial dan ekonomi penting untuk diinventarisir dan diperkuat kembali untuk meningkatkan ketahanan atau risiliansinya serta agar dapat menjadi bahan belajar masyarakat lainnya.

3.

Komunitas, organisasi rakyat, organisasi masyarakat sipil perlu untuk saling belajar, saling memperkuat dan berbuat bersama agar tercipta ketahanan dan risiliansi terhadap perubahan-perubahan yang terus mengancam pesisir dan pulau kecil kita.

4.

Perlu memastikan dan mendorong keterlibatan aktif masyarakat pesisir dan pulau kecil di KTI dalam semua perencanaan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan pulau kecil agar hak, akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya pesisir dan pulau kecil tetap terjamin.

5.

Jejaring untuk saling menguatkan ketahanan masyarakat pesisir dan pulau kecil sangat penting dibangun dan diperkuat.

6.

Kebijakan dan strategi nasional yang menjamin keberlanjutan dan memperkuat risiliansi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap perubahan iklim, dampak pembangunan dan pemanfaatan SDA perlu segera didorong dan diperkuat

Perkumpulan JAPESDA didirikan pada tahun 2001 oleh individu-individu terdidik dan kritis yang secara sadar memilih jalan untuk mengabdikan dirinya secara sukarela kepada lingkungan dan masyarakat marginal.

Japesda aktif melakukan advokasi dalam hak asasi manusia dan kesetaraan gender, manajemen sumber daya alam, penyelidikan eksploitasi sumber daya alam, dan pendidikan sejak awal berdirinya. Pada tanggal 28 Februari 2007 dengan nomor akta pendirian 081 tahun 2007, anggota Japesda setuju untuk mengubah bentuk organisasi dari jaringan menjadi perkumpulan untuk memaksimalkan kapasitas kerjanya dan memperluas jaringan kerjanya.

Yayasan Hutan Biru mulai bekerja di Indonesia sejak tahun 2000. Awalnya, lembaga kami bernama Yayasan Akar Rumput laut, kemudian berubah menjadi Mangrove Action Project Indonesia sebelum pembentukan Yayasan Hutan Biru pada tahun 2001.

Kami ingin menciptakan kolaborasi untuk memeriksa cara tanah dan air dapat digunakan secara bersamaan dengan praktik kebudayaan yang berpengaruh pada daerah aliran sungai dan sebaliknya. Yayasan Hutan Biru mendorong peserta didik untuk terlibat dalam mencari solusi dalam masalah dunia yang nyata dan kompleks, hingga melampaui batas-batas tradisional

 

YKL Indonesia diinisiasi di Makassar, Sulawesi Selatan pada tahun 1996 dan diaktenotariskan pada tanggal 23 Januari 1997, Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia merupakan Organisasi Non-Pemerintah yang gerakannya berorientasi pada Konservasi Ekosistem Pesisir dan Laut, Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Penerapan Teknologi Alternatif Ramah Lingkungan.

Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan (EcoNusa Foundation) merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan mengangkat pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia dengan memberi penguatan terhadap inisiatif-inisiatif lokal. Untuk itu, EcoNusa mendorong pembangunan dan pengembangan kapasitas kelompok masyarakat madani, bekerja sama dengan mereka untuk mengembangkan strategi untuk advokasi, kampanye, komunikasi dan pelibatan pemangku kepentingan. EcoNusa juga mempromosikan dialog antar pemangku kepentingan untuk makin mengembangkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan sekaligus juga untuk mengangkat keadilan, konservasi, dan transparansi. Yayasan ini resmi berdiri sejak 21 Juli 2017 dan berbasis di Jakarta.

Yayasan EcoNusa menjembatani komunikasi antara pemangku kepentingan di wilayah timur Indonesia (Tanah Papua dan Maluku). Tujuannya untuk memaksimalkan praktik terbaik dalam hal perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan berdasarkan prinsip keadilan melalui kegiatan nyata bersama masyarakat lokal. Yayasan EcoNusa juga mempromosikan nilai-nilai kedaulatan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam kepada para pembuat kebijakan baik di tingkat daerah maupun nasional.

Tunas Bahari Maluku (TBM) merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang lingkungan pesisir dan laut, dengan jumlah anggota sebanyak 10 orang, organisasi non pemerintah. Sejak 01 Agustus Tahun 2019 pertama di dirikan hingga saat ini, Tunas Bahari Maluku secara aktif mendorong upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan pesisir dan laut di Maluku. Tunas Bahari Maluku (TBM) bekerja untuk terus mendorong terwujudnya lingkungan pesisir dan laut dapat di
kelola secara berkelanjutan.

Tunas Bahari Maluku (TBM) menyadari bahwa perjuangan tersebut dari hari kehari semakin dihadapkan dengan tantangan yang berat, terutama yang bersumber pada semakin kukuhnya dominasi isu-isu lingkungan secara global maupun khususnya Maluku., lingkungan khususnya pesisir dan laut serta sumber-sumber kehidupan lainnya, bahkan bumi sebagai tumbal akumulasi dan eksploitasi, sumber daya alam yang tiada habisnya yang berujung pada krisis lingkungan dan ekosistim
biota laut, telah mempengaruhi tatanan kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan pada akhirnya meningkatkan ancaman kerentanan keselamatan dan kehidupan seluruh masyarakat setempat di Kepulaun Maluku, baik di perdesaan maupun perkotaan.

YPR (Yayasan Pendidikan Rakyat) dalam AD/ART adalah organisasi non pemerintah
yang mengembangkan pendidikan alternatif dan kegiatan penyadaran untuk
masyarakat rentan di Sulawesi Tengah.
Saat ini YPR sedang focus melakukan pembenahan internal organisasi dan akan
melakukan pendidikan-penyadaran masyarakat rentan yang terpinggirikan oleh
pembangunan yang tidak berkeadilan khususnya di pusat-pusat industri di Sulawesi
Tengah.
Selain itu, saat ini YPR juga sedang mengorganisir pertanian organik berbasis
komunitas perempuan di Sekolah Alam Awan Hijau Kamalisi yang berlokasi di
Dusun Lambara, Desa Daenggune Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi, Sulawesi
Tengah.

PakaTiva adalah sebuah perkumpulan yang fokus kerja di bidang Pengembangan Ekonomi Kampung, Literasi, Budaya, dan Ekologi. Saat ini berdomisili di Ternate Maluku Utara. Berdiri pada tanggal 19 Januari 2018.

Yayasan Bonebula adalah organisasi non pemerintah dan non profit yang didirikan di Donggala Sulawesi Tengah tanggal 19 Maret 2008 berdasarkan Akta Notaris No. 70/2008 oleh Notaris Ninik Ike Puspitawati, SH. Embrio organisasi Bonebula sudah dimulai pada tahun 2005 sebagai sebuah kelompok studi Lingkungan dan persoalan kaum miskin kota, khususnya dikabupaten Donggala.

Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM) didirikan dengan tujuan untuk menjadi agen perubahan dalam bidang HAM, demokrasi dan lingkungan. YSNM bekerja bersama berbagai kelompok masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pemberdayaan perempuan, pengembangan ekonomi komunitas, pelestarian lingkungan, pendidikan, serta mengupayakan dukungan bantuan hukum dan advokasi untuk masyarakat Sulawesi Utara khususnya di wilayah-wilayah kerja termasuk Minahasa, Manado dan Bitung.

Walhi Maluku Utara adalah organisasi forum lingkungan hidup independen non-profit yang berkedudukan di Maluku Utara. Saat ini terdiri dari 11 anggota lembaga, di antaranya Yayasan Forum Studi Halmahera (FOSHAL), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Kota Ternate, Litera Institute, Perhimpunan Institut Lingkar Arus Studi (PILAS), Daulat Perempuan Maluku Utara (DAURMALA), Sel-Kepsul, Studi Bahari Nusantara, eLSiL Kieraha, Sahabat Alam (SALAM), Perkumpulan Pakativa, dan Fajaru Maluku Utara.

Walhi Maluku Utara bertujuan mendorong upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia demi terwujudnya pengakuan hak atas lingkungan hidup, perlindungan serta dipenuhinya hak asasi manusia sebagai bentuk tanggung jawab negara atas pemenuhan sumber-sumber kehidupan rakyat, serta mewujudkan cita-cita keadilan ekologis.

 

Perkumpulan Pemuda Generasi Malaumkarta disingkat PGM adalah sebuah organisasi masyarakat lokal non pemerintah, berlokasi di kampung Malaumkarta Kabupaten Sorong – Papua Barat. Perkumpulan Generasi Malaumkarta didirikan pada tanggal 18 Agustus 2007 oleh beberapa generasi muda asal Kampung Malaumkarta yang peduli sekali terhadap pemberdayaan masyarakat dan transformasi sosial di Tanah Malamoi.

PGM Malaumkarta memiliki tujuan Mendorong dan memperjuangkan terwujudnya tanah Malamoi yang kuat dan tetap eksis dalam membangun masyarakat suku Moi melalui Potensi Sumber Daya Alamnya yang ada dan bekelanjutan dengan selalu menghormati Hak Asasi Manusia tanpa membedakan Agama,Suku, dan Ras.

Nama TANANUA memiliki arti “Kita Adalah Keluarga”. Yayasan Tananua didirikan pada Tanggal 11 September 1985 oleh Nelson Sinaga, Roslin Dine Manabung, dan Huki Radandima di Waingapu, Pulau Sumba dengan Akte Notaris No.24, Notaris Silvester Joseph Mambaitfeto, SH. Pada tanggal 30 September 1993 terdaftar pada Kanwil Depsos NTT dengan No. Pendaftaran 1/BOBS.4/NTT/IV/1990/1993.

Pada tahun 1988 Yayasan Tananua yang semula hanya berada di Pulau Sumba mulai mengembangkan sayapnya ke Kabupaten Ende di Flores dengan program Kesehatan. Pada tahun 1989 memperluas wilayah pelayanan ke Pulau Timor dengan program Pengembangan Media dan Metodologi Partisipatif. Sejak saat itu Yayasan Tananua mengenal 3 cabang dimana setiap cabang berstatus otonom. Selanjutnya untuk mengembangkan satu pemberian tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih jelas, maka mulai dibahas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk mengakomodasikan filosofi dan ideologi lembaga sebagai panutan bersama dalam menjalankan kegiatan di tengah masyarakat.

Sebagai upaya untuk menyebarluaskan pandangan dalam upaya mewujudkan cita-cita demokrasi, maka tentunya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia sebagai organisasi advokasi skala nasional perlu diseluruh pelosok nusantara. Hal ini pula yang menjadi salah satu faktor pendorong terbentuknya WALHI disulawesi selatan.

WALHI Sulawesi Selatan berdiri pada tahun 1991. Secara singkat alasan berdirinya WALHI Sulawesi Selatan yakni untuk memperkuat gerakan lingkungan secara nasional. Pada saat itu terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam terbentuknya WALHI Sulawesi Selatan seperti Bapak Asmin Amin, Langgassa, Sufri Laode, dan Rudianto. Tak lupa setiap organisasi atau LSM pastilah memiliki sekretariat sebagai pusat segala aktivitas kelembagaan begitu pula dengan WALHI. Pada saat pertama kali dibentuk WALHI memiliki sekeretariat yang berada di jalan Hertasning V .

Moluccas Coastal Care atau lebih dikenal dengan MCC merupakan Organisasi Non Pemerintah yang bergerak di bidang perikanan dan lingkungan guna menyelamatkan ekosistem di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil.

Latar belakang dibentuknya Moluccas Coastal Care ialah memberi perlindungan terhadap Terumbu karang, Lamun dan Mangrove yang merupakan tiga elemen penting dalam menunjang ekosistem di wilayah pesisir, serta membangun sinergitas baik bersama Pemerintah, Masyarakat, dan NGO guna membantu menjawab permasalahan permasalahan di wilayah pesisir dan laut. Sejauh ini, Moluccas Coastal Care mempunyai tiga program utama yakni Mengedukasi anak – anak usia dini agar mereka mengenal Terumbu karang, Lamun dan Mangrove yang ada di wilayah pesisir, Penyelamatan lingkungan dan Pohon harapan.

Berawal dari kekhawatiran akan tingginya angka kemiskinan dan lemahnya posisi tawar masyarakat marjinal di Sulawesi Tenggara, mendorong sekelompok pemerhati sosial yang mayoritas terdiri dari mantan mahasiswa aktivis dari berbagai alumni universitas di Yogyakarta, Bandung, Makassar, dan Kendari.


Dalam perkembangannya, dari berbagai pengamatan dan pengalaman yang didapat, disadari bahwa selama ini perhatian masyarakat yang paling minim adalah kepada masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, baik yang menggantungkan hidupnya pada pertanian saja, atau murni sebagai nelayan, dan siapa keduanya (petani dan nelayan). Oleh karena itu, pada tanggal 13 April 2004 dibentuk Masyarakat Desa yang disingkat KOMNASDESA-SULTRA.

Dengan hanya mengandalkan semangat pengabdian sebagai pekerja sosial saja, tanpa ketergantungan pada dukungan dana dari lembaga donor maupun lembaga manapun, perlahan tapi pasti, kedua program tersebut dapat terlaksana, meski diakui hasil dari program tersebut. program dinilai lambat karena kurangnya dukungan keuangan dalam melakukan kegiatan yang mendukung program, praktis hanya mengandalkan dana pribadi dari pengelola lembaga sendiri.

Wilayah kerja LPSDN yakni Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat yang memiliki 21 Desa pantai (desa Batu Nampar, Sukaraja, Jerowaru, Pemongkong, Pijot, Tanjung Luar, Gelanggang, Sakra Timur, Korleko, Ijo Balit, Labuhan Haji, Penede Gandor, Labuhan Lombok, Pringgabaya, Batuyang, Kerumut, Sajang, Obel-obel, Belanting dan Sambelia) yang tersebar pada 6 kecamatan (Kecamatan Jerowaru, Keruak, Sakra Timur, Labuhan Haji, Pringgabaya, dan Sambalia).

Fokus Kerja LPSDN adalah : Pendampingan nelayan, Pemberdayaan kelompok perempuan pesisir, Konservasi mangrove dan Advokasi kebijakan

Pada tanggal 1 Juni 2018, dibentuk satu gerakan yang ingin mengajak masyarakatIndonesia untuk peduli terhadap ekosisitem pesisir dan laut. Gerakan
tersebut dinamai Karang Nusantara.

Untuk memperluas kebermanfaatan Karang Nusantara dan Sekolah Bahari, maka pada tanggal 13 Mei tahun 2022 dibentuklah Yayasan Jaga Laut Indonesia atau yang disingkat Jala Ina dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-000863.AH.01.05.Tahun 2022

 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan sebuah organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota sebanyak 487 organisasi dari unsur organisasi non pemerintah dan organisasi pencinta alam, serta 203 anggota individu yang tersebar di 28 propinsi di Indonesia. Sejak tahun 1980 hingga saat ini, WALHI secara aktif mendorong upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia. WALHI bekerja untuk terus mendorong terwujudnya pengakuan hak atas lingkungan hidup, dilindungi serta dipenuhinya hak asasi manusia sebagai bentuk tanggung jawab Negara atas pemunuhan sumber-sumber kehidupan rakyat