Membangun Gerakan Kolaboratif Anak Muda Melalui Aksi Kreatif Mengurangi Sampah Plastik di Laut

Membangun Gerakan Kolaboratif Anak Muda Melalui Aksi Kreatif Mengurangi Sampah Plastik di Laut

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Persoalan sampah telah menjadi masalah yang terus berlangsung. Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,45 juta ton timbulan sampah sepanjang 2022. 

Salah satu dampak sampah yang ditimbulkan yakni pada pesisir dan laut. Data dari KLHK menunjukkan jika sampah plastik di laut mencapai 6,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 10% yang didaur ulang dan 20% yang berakhir di tempat pembuangan akhir. 

Target pengurangan hingga 70% pada 2025 membutuhkan komitmen semua pihak untuk mengurangi penggunaan sampah plastik. Anak muda yang secara usia mendominasi sektor umur di Indonesia memiliki peran penting dalam melakukan aksi kreatif mengatasi sampah di laut.

Untuk itu Jaring Nusa KTI menggelar sharing session pada Senin (26/06/2023) yang digelar secara daring. Sharing session ini menghadirkan anak muda dari berbagai organisasi di beberapa wilayah untuk membagikan pengalamannya dalam mengatasi sampah di laut.

Gerakan Anak Muda melalui AMJI

Aksi Muda Jaga Iklim (AMJI) merupakan inisiatif yang dilakukan oleh komunitas Penjaga Laut sejak tahun 2021. AMJI sendiri menjadi sebuah gerakan kolaboratif untuk mengambil peran dalam mengurangi dampak krisis iklim.

“Aksi AMJI sendiri telah kita jalankan sejak tahun 2021. Aksi kolaboratif tidak hanya penjaga laut melainkan komunitas yang tertarik untuk menjaga iklim. Kita mendorong anak muda untuk bisa aktif secara nyata,” terang Rara, perwakilan Penjaga Laut.

Selain itu AMJI sendiri juga berperan mendukung menurunkan laju perubahan iklim dan menargetkan Net Zero Emission di tahun 2050 dengan menjaga keseimbangan emisi sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, atau yang dikenal dengan FOLU Net Sink.

“Bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Anak muda memiliki posisi yang strategis sebagai pembawa perubahan,” tegasnya.

Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam AMJI 2023 (Foto: Tangkapan layar sharing session)

Melalui penerapan gaya hidup ramah lingkungan dan aksi bersama dalam memulihkan ekosistem laut dan hutan, tercatat terdapat 421 titik aksi yang dilaksanakan di seluruh Indonesia. Jumlah keterlibatan anak muda mencapai 29.623 dan terdapat 87 yang menjadi kolaborator.

Kegiatan AMJI sendiri sangat beragam mulai dari aksi bersih pantai, aksi tanam mangrove, aksi transplantasi karang. Selain itu penguatan juga dilakukan melalui aksi kampanye digital di berbagai platform media sosial.

“Terdapat 46.427 bibit pohon dan mangrove yang berhasil ditanam. Aksi bersih pantainya sendiri berhasil mengumpulkan 37.239 kilogram sampah yang dikumpulkan. 1.426 koral yang ditransplantasi dan diadopsi serta terdapat 200 ekor tukik dilepasliarkan,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan jika pada AMJI 2023 targetnya terdapat 25.000 anak muda yang menyelenggarakan ribuan aksi kolaboratif yang dilakukan selama rentang Januari – Oktober 2023.

Di puncak kegiatan pada 28 oktober 2023 AMJI ditargetkan dapat dilakukan secara serentak di 350 titik di seluruh Indonesia.

Potret Sampah Pulau-Pulau Kecil di Provinsi Maluku

Moluccas Coastal Care (MCC) merupakan organisasi anak muda yang bergerak di Maluku khususnya Ambon dan Kepulauan Banda. Menurut Cyecilia Pical yang mewakili MCC menjelaskan jika sampah yang tidak terkelola telah mengancam ekosistem pesisir dan laut.

“Ini merupakan persoalan yang sudah ada di depan mata. Jadi kalau dibilang ancamannya, kondisinya sudah kritis,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan jika terdapat beberapa faktor yang menyebabkan krisis sampah di pulau-pulau kecil. Pertama adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dari rumah. Kemudian penggunaan plastik sekali pakai yang belum dikendalikan.

Selain itu kurangnya edukasi terkait ancaman sampah bagi pulau kecil. Masih minimnya teknologi dan inovasi pengelolaan sampah di pulau kecil. Hal ini juga ditambah dengan rendahnya penegakkan aturan pengolahan sampah di berbagai level pemerintahan.

“Kita tahu bahwa orang-orang di pulau kecil hidup di laut. Jadi jika kondisi pesisir dan lautnya rusak, maka berdampak sangat besar terhadap masyarakat,” terangnya.

Kegiatan aksi bersih pantai yang dilakukan oleh MCC bersama berbagai organisasi (Foto: MCC)

Semua faktor tersebut berdampak terhadap kerusakan ekosistem pesisir dan kematian biota laut. Lalu akumulasi mikroplastik melalui biota laut yang dikonsumsi manusia berdampak terhadap kesehatan.

“Akumulasi mikroplastik dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gangguan hormon, kelainan genetik, penyakit kanker dan juga penyakit lainnya yang berpotensi muncul,” ujarnya.

“Di KTI banyak sekali pulau-pulau kecil yang indah, kita punya kawasan konservasi yang banyak dan memiliki potensi. Sangat disayangkan jika banyak wisatawan mengeluh persoalan sampah. Ingin menikmati keindahan alam, yang dilihat adalah sampah, tambahnya.

Berangkat dari hal tersebut, MCC turut mengambil peran dalam mengatasi masalah sampah serta upaya memulihkan ekosistem pesisir dan laut. Adapun kegiatan yang dilakukan berupa pemberian edukasi ke anak-anak dan remaja, festival budaya, aksi bersih pantai, transplantasi karang hingga penanaman mangrove.

“Untuk mangrove telah berhasil menanam sebanyak 5.035 bibit. Aksi bersih pantai yang dilakukan berhasil mengumpulkan 32 ton sampah di Ambon dan 4,6 ton di Kepulauan Banda. Transplantasi karang sendiri berhasil dilakukan di Pulau Pombo, Pulau Gunung Api, dan Desa Morella,” jelasnya.

“Apakah kita sebagai anak muda maukah berkontribusi mengurangi sampah plastik?,” tutupnya.

Mendorong Ekonomi Sirkular Melalui Kegiatan Kolaboratif

Data dari The World Counts menunjukkan dari Januari hingga 26 Juni 2023 sudah ada sekitar 6,14 juta ton sampah plastik yang terbuang ke laut. Menurutnya Gungtik Rismayanti, dari PPLH Bali mengungkap jika masalah sampah terjadi karena hingga saat ini konsep yang digunakan masih mengadaptasi ekonomi linear.

“Sampah laut sebenarnya berasal dari darat dan masalah tersebut disebabkan kita sampai saat ini masih menerapkan ekonomi yang linear. Yaitu kita masih mengekstraksi sumber daya alam kemudian mendistribusikan dan mengkonsumsi hingga membuangnya,” ungkapnya.

Menurutnya tidak ada sirkulasi pengolahan dari produk-produk yang sudah diproduksi menjadi masalah serius. Tidak hanya masyarakat sebagai konsumen, melainkan juga menekan produsen penghasil sampah.

“Selama ini kita selalu fokus ke masyarakat sebagai pengguna untuk menekan tingkat konsumsi sampah. Nyatanya di sektor produsen tidak pernah berhenti untuk memproduksi sampah plastik, tegasnya.

“Kami mengkampanyekan pengelolaan timbulan sampah yang bijak. Kami berusaha melakukan tekanan pada produsen. Terkait dengan daur ulang, kita mengembalikan sampah yang diproduksi oleh pabrikan untuk didaur ulang kembali,” tambahnya.

PPLH Bali sadar jika anak muda memainkan peran strategis dalam mengatasi persoalan sampah. Data dari BPS tahun 2022 menunjukkan jumlah usia 15 hingga 34 tahun mencapai 89,17 juta.

“Selama ini anak-anak muda belum semuanya konsen di isu lingkungan. Walaupun sudah terpapar tapi isu lingkungan belum menjadi isu utama,” ujarnya.

Kegiatan yang dilakukan oleh PPLH Bali terkait pengelolaan sampah plastik (Foto: PPLH Bali)

PPLH Bali juga mendorong penerapan ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular merupakan kegiatan dari pembuatan produk yang berakhir tidak semua menjadi residu.Menurutnya sampah itu sebenarnya bisa dimanfaatkan kembali menjadi produk lain.

“Mungkin kalau kita merubah perilaku masyarakat untuk 100 persen tidak menggunakan plastik sulit. Untuk itu kami mengajak masyarakat untuk melakukan transisi untuk mengurangi jumlah plastiknya,” jelasnya

“Kami sudah melakukan banyak aksi di Bali dari proses pencegahan. Kami (PPLH Bali) setiap berbelanja sudah tidak menerima sedotan plastik dan kresek,” tambahnya.

PPLH sendiri sejak 1997 telah aktif bergerak dalam pendidikan lingkungan hidup di Bali. Sampai saat ini terdapat 7 kegiatan yang masih berjalan diantaranya edukasi lingkungan, zero waste cities, ban the big 5, plastic free market, food smart cities, marine and coastal conservation hingga forest and water conservation. 

“Kita bisa mulai dari langkah kecil seperti mengurangi jumlah penggunaan sampah plastik sekali pakai. Kemudian kita juga bisa memilah sampah di rumah masing-masing,” tutupnya.

Pemberdayaan Perempuan Pesisir Melalui Daur Ulang Plastik

Berdasarkan data dari Making Ocean Plastic Free tahun 2017 menyebutkan jika terdapat 182,7 juta kantong plastik digunakan setiap tahunnya di Indonesia. Berat sampah tersebut mencapai 1,27 juta ton per tahunnya. Dari total berat sampah kantong plastik tersebut, sebanyak 511.560 ton yang berakhir di laut Indonesia.

“Sampah kantong plastik merupakan sampah yang nilai paling rendah dibanding dengan sampah lainnya. Sampah kantong plastik sekali pakai telah berkontribusi sebesar 40 persen dari total sampah plastik di Indonesia,” terang Akmal Idrus, dari Rappo Indonesia..

Melalui gerakan bisnis berkelanjutan yang dilakukan oleh Rappo Indonesia, telah berhasil menggaet perempuan di pesisir Untia, Makassar.. Sampah plastik yang berhasil didaur ulang setiap bulannya mencapai 5000 buah. Rata-rata produksi yang dihasilkan mencapai 1.500 produk setiap bulannya.

“Di Makassar masih kurang yang mampu pengolahan sampah, sehingga Rappo Indonesia mengelola secara mandiri sampah plastik melalui usaha sosial dengan memberdayakan perempuan,” ungkapnya.

Dampak pengelolaan sampah kantong plastik yang dilakukan oleh Rappo Indonesia (Foto: Rappo Indonesia)

Kesenjangan angkatan kerja perempuan dan laki-laki membuat Rappo Indonesia berkomitmen untuk memberdayakan perempuan dari produksi daur ulang sampah. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia mengungkap partisipasi angkatan kerja Indonesia hanya 53 persen jika dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 82 persen.

“Dominasi lapangan kerja itu adalah laki-laki, sehingga akses perempuan dalam pekerjaan formal sangat terbatas,” ujarnya.

Sistem yang diterapkan Rappo Indonesia sendiri melalui bagi hasil untuk perempuan yang memproduksi berbagai produk daur ulang plastik. Keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh perempuan sendiri digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka.

“Banyak anak-anak yang putus sekolah di pesisir Untia. Adanya kegiatan yang dilakukan berdampak terhadap perempuan. Manfaat ekonomi yang didapatkan bagi perempuan mencapai 1 hingga 3,5 juta rupiah setiap bulannya,” ujarnya.

Tidak hanya dari pengrajin daur ulang saja, manfaat juga dirasakan pada sektor usaha lainnya. Usaha sosial yang dilakukan Rappo Indonesia berdampak bagi 11 usaha laundry dengan melibatkan 70 orang untuk proses pengolahan sampah.

Adapun hasil produksi dari Rappo Indonesia sendiri adalah totebag, canvas sling bag, dompet, hingga berbagai aksesoris seperti notebook dan lanyard. Selain memproduksi barang, Rappo Indonesia juga melakukan kegiatan edukasi dan kolaborasi dalam meminimalisir sampah plastik.

Optimisme gerakan akan muda dari berbagai daerah diharapkan mampu mendorong munculnya inisiatif-inisiatif baru di Indonesia. Hal ini juga perlu didukung oleh pemerintah dari segi kebijakan untuk menggalakkan gerakan lingkungan pengurangan sampah plastik di Indonesia.

 

*Foto utama: Moluccas Coastal Care

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *