Capaian Pemenuhan NDC Indonesia Harus Melibatkan Partisipasi Publik

Capaian Pemenuhan NDC Indonesia Harus Melibatkan Partisipasi Publik

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Pelaksanaan pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia dilakukan dengan mengikuti aturan dari NDC yaitu pembaharuan setiap 5 (lima) tahun sekali. Untuk periode sebelum tahun 2020, pemerintah Indonesia membentuk strategi implementasi yang terbagi dalam sembilan program, mulai dari tahap persiapan sampai tahap review dan pembaruan NDC pada periode yang ditentukan.

Aspek hukum berperan sebagai pendukung implementasi NDC untuk menjadi lingkungan pemungkin/enabling environment, yang kegiatannya terdiri atas:

  • Identifikasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan perubahan iklim untuk melihat kesenjangan dan ketimpangan serta potensi harmonisasi peraturan perundang-undangan.
  • Identifikasi peraturan perundang-undangan yang sudah ada, seperti Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Undang-Undang No. 16 Tahun 2016 tentang Ratifikasi Persetujuan Paris, hingga Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Izin Baru Hutan Alam Primer dan Gambut.
  • Penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan tentang Perubahan Iklim.

Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana masing-masing regulasi memberikan landasan bagi implementasi NDC dan dukungan terhadap peraturan perundang-undangan baru yang diperlukan.

Kerangka peningkatan aksi dan dukungan yang diperlukan untuk memenuhi NDC periode tahun 2015-2019 sebenarnya telah ada. Misalnya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) telah menyediakan kerangka hukum untuk mendukung strategi aksi periode 2015-2019.

Bahkan UU PPLH dapat menjadi dasar lingkungan pemungkin (enabling environment) untuk implementasi kebijakan jangka panjang setelah tahun 2020 dan seterusnya. Meskipun demikian, harmonisasi aspek legal yang komprehensif terkait perubahan iklim masih diperlukan dalam jangka panjang.

Pemenuhan NDC tentunya perlu didukung dengan adanya pendanaan lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan hidup yang sebenarnya juga merupakan mandat dari UU PPLH, kemudian diatur dalam Pemerintah No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (PP Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup) yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dari tiga jenis pendanaan lingkungan hidup, pendanaan untuk pemenuhan NDC dapat diperoleh dari dana amanah/bantuan. Dana Amanah/bantuan akan dikelola pemerintah pusat melalui mekanisme badan layanan umum atau mekanisme lainnya yang sesuai peraturan perundang-undangan.

Untuk itu, pemerintah mendirikan unit organisasi non eselon yang mengelola dana lingkungan hidup dengan mekanisme badan layanan umum bernama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

BPDLH bertujuan menyalurkan dana melalui berbagai instrumen untuk proyek tertentu dan kegiatan-kegiatan pendukung. BPDLH juga berkomitmen untuk menjadi pengelola dana lingkungan hidup yang kredibel dan terpercaya untuk mengelola, menghimpun, dan menyalurkan dana untuk mendukung capaian komitmen lingkungan dan iklim.

Meskipun demikian, langkah hukum pemerintah masih dapat dikatakan belum cukup komprehensif. Hal tersebut dilandasi oleh sejumlah permasalahan. Pertama, tidak transparannya hasil kegiatan pembuatan lingkungan pemungkin (enabling environment).

Kegiatan ini seharusnya dilakukan melalui identifikasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan perubahan iklim untuk melihat celah dan tumpang tindih, serta mencari potensi harmonisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang dilakukan pada April hingga Mei 2017. Kajian tersebut nyatanya belum dapat ditemukan dengan mudah bagi kalangan umum melalui penelusuran di internet.

Keterbatasan akses terhadap kajian dan informasi tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi karena gagal menyediakan koridor bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Padahal, langkah untuk membuka informasi dan transparansi di ranah lingkungan hidup merupakan bentuk penegakan demokrasi sekaligus hak asasi manusia.

Iklim sebagai barang publik sudah seharusnya mendapatkan perlindungan dari wali amanatnya, baik secara internasional maupun nasional. Perlindungan iklim secara internasional sebenarnya sudah dilakukan sejak 30 tahun silam yang dibuktikan dengan adanya perjanjian internasional. Secara nasional pun, dalam hal ini Pemerintah Indonesia telah memiliki komitmen untuk melindungi iklim yang termaktub dalam NDC.

Pemenuhan NDC melalui lingkungan pemungkinpun sepatutnya tidak terpisahkan dari partisipasi publik karena ia memiliki peran sentral dalam mengejawantahkan DKP. Namun, pemenuhan NDC Indonesia secara substantif dan proseduraldapat dikatakan masih “jauh panggang daripada api.

Artikel ini diterbitkan oleh Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia. Baca artikel sumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *