Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung Jompi Kabupaten Muna

Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung Jompi Kabupaten Muna

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Kawasan HL Jompi merupakan Kawasan HL yang memiliki luas ±1.927 ha atau 4,2% dari luas Kawasan HL di Kabupaten Muna. Dari luas Kawasan HL Jompi tersebut ± 944,23 ha atau 49% telah mengalami kerusakan dan ± 982,77 ha atau 51% tergolong baik.

Kawasan HL Jompi telah mengalarni kerusakan yang cukup serius ± 1.080 ha atau 56,05% (Seluruhnya hutan jati) sudah rusak dan ± 263 ha atau 13,65% terancam rusak dan ± 578 ha atau 30% dalam keadaan aman (Kadishut Kabupaten Muna, 2021).

Masyarakat sekitar Kawasan HL Jompi pada dasarnya adalah memiliki kemampuan yang cukup memadai dalam melakukan kegiatan yang sudah menjadi rutinitas dalam kesehariannya. Mereka cukup memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bertani,beternak dan memahami secara baik manfaat dan status keberadaan kawasan hutan.

Berdasarkan wawancara dari beberapa orang masyarakat sekitar Kawasan HL Jompi, mereka menyadari dan memahami status dan fungsi hutan serta akibat yang ditimbulkan jika hutan rusak dan memahami bahwa sistem bertani yang dilakukan saat ini tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan keluarganya jika sarana dan prasarana pendukung tidak tersedia.

Perlu adanya perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Muna (Dinas Kehutanan) sebagai pihak pengelola Kawasan HL Jompi selain melestarikan kawasan HL, harus juga mengupayakan pemberdayaan masyarakat sekitar Kawasan HL Jompi.

Hamid (2018) menjelaskan bahwa kelembagaan Pemerintah yang mengurus sumberdaya hutan tersebut juga harus menghormati serta melakukan pemberdayaan masyarakat dan interaksi setara dengan lembaga baik formal maupun informal yang telah ada, dan juga menghormati lembaga yang telah tumbuh dan memiliki keberadaan dimasyarakat ataupun lembaga kolektif yang harus ditumbuhkan dalam mengakses semua kepentingan.

Kawasan Hutan Lindung Jompi, Kabupaten Muda (Sumber: Mando, dkk, 2023)

Konteks kelembagaan bukan formal yang relevan untuk ditumbuhkan atau dibina dalam hubungan dengan pengelolaan Kawasan HL Jompi adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan mengadopsi pengelolaan Kaindea pada Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Kaindea adalah sistem pengelolaan hutan masyarakat yang dimilkki secara komunal (adat atau keluarga).

Dalam bahasa lokal di Pulau Muna Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara arti Kaindea adalah pepohonan yang tumbuh di atas lahan milik bekas kebun atau bekas pemukiman yang telah ditinggalkan beberapa puluh tahun yang lalu yang biasanya terdiri dari kelapa, mangga, ketapang, cendrana, beringin, enau, rotan, jeruk, kapuk, jambu mete, jati, wou (bahasa daerah), dan bambu serta beberapa jenis kayu rimba dengan pengelolaan milik keluarga tertentu.

Pengintegrasian pengetahuan lokal (pengelolaan Kaindea) yang dikembangkan dengan tepat melalui inovasi-inovasi ilmiah dalam pengelolaan Kawasan HL Jompi disebut sebagai Etnokehutanan. Menurut Amenu (2017), Etnoforestri mengacu pada pengetahuan tradisional, praktik, dan sistem pengelolaan masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam kaitannya dengan hutan dan sumber daya hutan.

Ini melibatkan pemanfaatan dan konservasi hutan secara berkelanjutan berdasarkan nilai-nilai budaya, sosial, dan ekologi serta kebutuhan masyarakat tersebut. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 3 huruf (d) menjelaskan bahwa “ Penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berbawawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan akibat dari perubahan eksternal”.

umber air di karst Muna yang menyimpan air digunakan PDAM untuk menyalurkan air bersih ke masyarakat. (Foto: Eko Rusdianto)

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 3 huruf (d) guna melestarikan kawasan hutan serta memperdayakan masyarakat sekitar Kawasan HL Jompi, untuk itu bentuk pemberdayaan masyarakat sekitar Kawasan Hutan Lindung Jompi yang harus dilakuakan oleh Dinas Kehutanan yaitu: pendampingan, pembinaan, pelayanan, pelatihan, kursus, bantuan modal usaha, penyediaan infrastrukur, penyediaan sarana produksi yang berhubungan dengan profesi dan kondisi sosial budaya serta potensi yang dimiliki masyarakat.

Beberapa potensi yang dapat dikembangkan adalah tinggi jumlah penduduk usia produktif, adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan terhadap profesinya, lahan pertanian belum diolah secara optimal, dan masyarakat masih memiliki modal sosial yang relative kuat (FAO, 2017).

Oleh karena itu, agar potensi ini dapat dikembangkan maka diperlukan dukungan semua pihak, terutama Pemerintah dalam hal penyedian sarana dan prasarana pendukung yang memadai dan pembiayaan serta bersama-sama pihak swasta, LSM, pemerhati lingkungan untuk melakukan kegiatan pendampingan, pembinaan, pelayanan, pelatihan dan kursus yang berpotensi meningkatkan kemampuan masyarakat (Abiddin et al., 2022) sekitar Kawasan HL Jompi.

 

Artikel ini bersumber dari Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *