Penguatan dan Masukan RUU Daerah Kepulauan Untuk Perlindungan Pesisir, Laut dan Pulau Kecil

Penguatan dan Masukan RUU Daerah Kepulauan Untuk Perlindungan Pesisir, Laut dan Pulau Kecil

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai potensi sumber dayanya. Garis pantainya yang mencapai 81.000 kilometer dengan luas lautnya sekitar 70 persen dari luas Indonesia.

Fakta tersebut menjadi faktor dalam menentukan arah pembangunan dengan mengutamakan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Hadirnya RUU Daerah Kepulauan akan memaksimalkan potensi sumber daya laut Indonesia.

Namun RUU Daerah Kepulauan juga ini tidak lepas dari berbagai permasalahan. Muhammad Karim, Dosen Universitas Trilogi mengungkap beberapa poin penting dari RUU ini dalam diskusi daring Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia.

Ia menjelaskan jika melihat pulau kecil harusnya melihat faktor pembatas pulau. Dalam RUU tersebut mengakomodir kewenangan daerah izin pertambangan. Hal ini menjadi ancaman baru jika bagi sumber penghidupan masyarakat di pulau kecil.

“Pulau kecil memiliki faktor pembatas, sehingga itu menjadi hal penting untuk dilihat. Seperti air, batas wilayah sehingga hal itu harus dilindungi untuk menjaga sumber kehidupan yang ada di pulau,” jelasnya.

“Di gorontalo di salah satu pulau kecil jadikan sebagai pulau wisata, namun terdapat pertambangan emas juga yang ada di lokasi tersebut. Jangan sampai terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan pulau kecil,” tambahnya.

Selain itu ia juga mengkhawatirkan jika RUU Daerah Kepulauan ini akan menggunakan data utang luar negeri. Menurutnya RUU ini seperti skema blue ekonomi yang dikeluarkan bank dunia. 

“Jadi RUU Kepulauan jangan sampai diarahkan untuk investasi langsung berbasis utang. Sehingga kedepannya negara akan menambah utang luar negeri yang membuat kita menjadi ketergantungan,” terangnya.

RUU Daerah Kepulauan juga tidak mengakomodir tentang konservasi. Menurutnya RUU ini harusnya memasukkan daerah konservasi untuk memastikan keberlanjutan dan perlindungan pesisir dan pulau kecil.

“Hal ini jangan sampai berdampak buruk terhadap perlindungan daerah laut dan pulau kecil,” tambahnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh Christopel Paino dari Japesda bahwa penting melihat RUU ini memasukkan wilayah konservasi untuk melindungi hewan dan tumbuhan khas yang ada di pulau kecil. Sedangkan dalam RUU ini tidak menyebutkan wilayah konservasi. 

“Di Indonesia juga kita mengenal dengan jalur Wallacea yang memiliki banyak hewan dan tumbuhan endemik. Apakah RUU ini mampu memastikan perlindungan itu?,” jelasnya.

Sementara itu Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Laut dan Pulau Kecil WALHI turut memberikan pendapat mengenai RUU Daerah Kepulauan. Menurutnya rekognisi dalam aturan ini harus memasukkan masyarakat dan wilayah kelolanya.

“Ada beberapa yang kurang dalam RUU tersebut yakni rekognisi. Rekognisi ini mengakui subjek hukum di wilayah kepulauan yang harusnya mempunyai legal standing sehingga keberadaan masyarakat diakui,” terangnya.

“Selain rekognisi aktor, rekognisi wilayah kelolanya. Dalam UU selama ini laut hanya dijadikan ruang berkompetisi, sehingga itu yang luput untuk menjadikan wilayah kelola masyarakat diakui. Tanpa rekognisi wilayah, rekognisi aktor tidak akan berjalan dengan maksimal,” tambahnya.

Terakhir ia juga menyerukan untuk memasukkan isu krisis iklim serta perlindungan pulau kecil dari ancaman industri ekstraktif.

Sejalan dengan Karim dan Parid, Mida Saragih dari Econusa juga memberikan catatan terkait RUU Daerah Kepulauan. 

“Jangan sampai RUU Daerah Kepulauan ini menambah kerentanan pulau kecil. Pulau kecil telah mendapatkan perlindungan dari Pasal 23 UU PWP3K No. 27 Tahun 2007 jo No. 1 Tahun 2014. RUU Daerah Kepulauan sudah semestinya disusun agar harmonis dengan substansi UU PWP3K, pungkas Mida.

 

Penulis: Muhammad Riszky

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *