SSI Siap Menggugat jika PT TMS Dapat Izin Baru

SSI Siap Menggugat jika PT TMS Dapat Izin Baru

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Koalisi masyarakat sipil antitambang di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, siap mengajukan gugatan lagi jika PT Tambang Mas Sangihe kembali mendapat izin operasi produksi terkait pertambangan emas di Sangihe. Koalisi juga mendesak pemerintah mencabut kontrak karya perusahaan tersebut.

Jull Takaliuang, aktivis Save Sangihe Island atau Selamatkan Sangihe Ikekendage (SSI), mengapresiasi keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mencabut status operasi produksi PT Tambang Mas Sangihe (TMS).

Dengan pencabutan itu, perusahaan tersebut saat ini batal beroperasi di lahan seluas 65,48 hektar di Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Namun, Jull menyayangkan pernyataan salah seorang pejabat Kementerian ESDM yang menyebut PT TMS dapat mengajukan kembali izin operasi produksi dengan melengkapi syarat-syarat tertentu. ”Pejabat publik harusnya bertanggung jawab terhadap rakyat,” katanya dalam konferensi pers daring, Jumat (15/9/2023).

Jull menyebutkan, Kementerian ESDM melanggar hukum jika memperlakukan Pulau Sangihe seolah pulau tak berpenduduk. Perlakuan itu, antara lain, tampak dari pemberian konsesi tambang emas kepada PT TMS terkait lahan seluas 42.000 hektar sisi selatan Pulau Sangihe.

Luas lahan itu setara dengan 57 persen luas pulau tersebut. Adapun konsesi itu diberikan berdasarkan kontrak karya (KK) sejak tahun 1997.

Selain itu, Jull juga menyayangkan sikap pemerintah dan aparat keamanan yang dinilai membiarkan PT TMS terus beroperasi secara ilegal sekalipun secara tidak langsung. Ia mengklaim, sebagian saham PT TMS telah diakuisisi oleh perusahaan tambang besar yang bermitra dengan perusahaan lokal bernama CV Mahamu Hebat Sejahtera.

Namun, klaim ini dibantah oleh pernyataan resmi di website Baru Gold, perusahaan induk PT TMS. Pernyataan itu menyebutkan, CV Mahamu Hebat Sejahtera hanya diberi hak mengelola lahan 65,48 hektar di Pulau Sangihe secara bertahap, dimulai dari 15 hektar.

Save Sangihe Island dalam aksi damai tolak tambang di depan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Foto: Fransiskus Wisnu Wardhana Dany/KOMPAS)

Dari pengelolaan itu, 65 persen penghasilan akan masuk ke kas CV Mahamu Hebat Sejahtera, sedangkan 35 persen untuk PT TMS dengan total nilai Rp 7,5 miliar.

Meski begitu, lanjut Jull, saat ini tidak ada tambang yang berstatus legal di Pulau Sangihe, tak terkecuali di lahan milik PT TMS yang dikelola CV Mahamu Hebat Sejahtera sebagai kontraktor. Ia pun mempertanyakan langkah kepolisian yang hanya menindak tambang ilegal yang dikelola masyarakat.

”Kenapa ada tindakan pada illegal mining (pertambangan ilegal) yang lain, tetapi yang satu perusahaan dibiarkan alat beratnya, bahkan dikawal? Di sini aparat tidak menegakkan hukum, tetapi bertindak sebagai hukum itu sendiri dan bahkan dipertontonkan di depan rakyat,” ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala Polda Sulut Inspektur Jenderal Setyo Budiyanto mengatakan, sudah ada pelaku tambang ilegal yang ditangkap pada 23 Agustus 2023. Alat beratnya telah disita dan kini proses hukum sedang berlangsung.

Jull pun mendesak pemerintah agar tidak mengizinkan adanya tambang di Pulau Sangihe. Apalagi, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Sangihe tergolong pulau kecil karena luasnya kurang dari 2.000 kilometer persegi, tepatnya hanya 736,98 kilometer persegi.

”Kalian di Jakarta tidak boleh memaksakan ukuran kesejahteraan yang ada di pemerintah dengan masyarakat Sangihe. Masyarakat hidup bangga dan sangat senang. Ada hasil bumi, ada sagu, makanan kami melimpah. Pulau ini dikasih oleh Tuhan untuk orang Sangihe, jadi jangan dihancurkan oleh orang lain,” kata Jull.

Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Muhammad Jamil menyatakan, KK yang dimiliki PT TMS tidak sesuai dengan Pasal 169 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Menurut regulasi tersebut, KK pertambangan harus diubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Lama masa berlaku IUPK pun hanya 20 tahun dan dapat diperpanjang hingga 10 tahun sebanyak dua kali. Namun, PT TMS yang memiliki KK sejak tahun 1997 justru mendapatkan peningkatan status operasi produksi selama 33 tahun hingga 2054.

”Kenapa harus (diubah menjadi) izin? Karena ada semangat untuk menjadikan negara ini punya posisi dan kedaulatan terhadap sumber daya alamnya, yang bisa mengatur dan menertibkan pelaku bisnis yang tidak taat hukum. Semangat itu dikuatkan pada 2020 dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Tidak lagi dikenal kontrak karya sehingga saya juga heran kalau ada perizinan-perizinan yang berstatus kontrak karya,” papar Jamil.

Aksi protes SSI (Foto: Afriadi Hikmlah/Greenpeace

Harimuddin, kuasa hukum dari Integrity Law Firm yang mendampingi SSI bersama Jatam, mengatakan, SSI akan kembali menggugat jika PT TMS mengajukan peningkatan status operasi produksi lagi dan dikabulkan Kementerian ESDM. ”Enggak mungkin kami mendiamkan itu, pasti mengajukan gugatan baru,” ucapnya.

Kendati begitu, ia berharap Kementerian ESDM mengikuti regulasi yang ada, misalnya UU Nomor 1 Tahun 2014 yang tidak merekomendasikan pulau-pulau kecil dengan luas kurang dari 2.000 km persegi untuk menjadi lokasi tambang. Hal ini tak berlaku hanya untuk PT TMS, tetapi juga perusahaan lain yang mengajukan izin serupa.

”Pemerintah perlu melihatnya sebagai kebijakan yang menyeluruh, enggak bisa terkotak-kotak. Misalnya, Kementerian ESDM dengan cara pikirnya sendiri, kemudian KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) begitu juga. Pemerintah, kan, satu kesatuan, dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tidak hanya berlaku untuk KKP,” kata Harimuddin.

Sebelumnya, Senior In-House Legal Counsel PT TMS Rico Pandeirot mengatakan, KK PT TMS tak pernah dibatalkan sehingga perusahaan itu berhak untuk tetap berada di Sangihe.

”Izin kami adalah KK dan KK ini tidak pernah dibatalkan. KK ini mirip IUP (izin usaha pertambangan), cuma lebih tinggi dari IUP karena ini adalah kesepakatan (antara perusahaan dan pemerintah),” ujar Rico.

Oleh karena itu, PT TMS akan mengulang kembali proses peningkatan status ke tahap operasi produksi. Untuk sementara, Rico menyebutkan, perusahaannya dapat tetap berada di Sangihe dan melakukan kegiatan eksplorasi.

Foto Utama: Pamflet berisi perkiraan lokasi pusat pengolahan bijih emas PT Tambang Mas Sangihe dipasang di dinding rumah warga Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Sulawesi Utara, Minggu (8/8/2021). Warga Kampung Bowone khawatir akan tergusur jika perusahaan mulai beroperasi. (Foto: Kristian Oka Prasetyadi/KOMPAS)

Artikel ini diterbitkan oleh kompas.id. Baca artikel sumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *