Terkait PP Penangkapan Ikan Terukur, Jala Ina: Negara Merampas Hak Nelayan Kecil & Tradisional

Terkait PP Penangkapan Ikan Terukur, Jala Ina: Negara Merampas Hak Nelayan Kecil & Tradisional

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Pada 6 Maret 2023 lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). PP PIT ini disahkan meski gagasan kebijakan ini masih menjadi polemik di masyarakat karena dianggap berpotensi merugikan nelayan tradisional dan kecil.

Direktur Eksekutif Jala Ina, Muhammad Yusuf Sangadji menilai, langkah pemerintah mengesahkan PP No 11 Tahun 2023 ini sebagai upaya merampas hak nelayan kecil yang menggantungkan hidup pada hasil laut. Bagaimana tidak, PP ini mengatur berbagai regulasi yang hanya menguntungkan pemodal asing dan korporasi besar.

“PP PIT ini berpotensi merugikan nelayan kecil, hal ini dapat dilihat dari pasal pembatasan wilayah atau zona tangkapan, persaingan dengan nelayan menengah ke-atas baik secara infrastruktur maupun teknologi, dan juga terhadap mata pencaharian untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi harian mereka,” kata Yusuf Sangadji.

Kata dia, PP ini juga bertentangan dengan prinsip keadilan dan kelestarian, yang sebelumnya telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Tak hanya itu, PP PIT juga berpotensi memperburuk kondisi laut di zona Penangkapan Ikan Terukur yang sudah mendekati kategori over eksploited. Akibatnya, ekosistem laut bisa rusak dan terganggu.

“Eksploitasi secara besar-besaran pada wilayah zona PIT berbahaya bagi laut, karena saat ini nelayan kecil saja sudah susah mencari ikan karena kondisi perikanan tangkap semakin sedikit,” ujarnya.

Selain itu, ada banyak pasal yang tidak relevan dalam PP PIT. Kajian tim Jala Ina menilai, seluruh isi dalam pasal hanya menempatkan laut sebagai objek investasi yang mendatangkan keuntungan bagi pemodal dan investor. Sementara ruang gerak bagi masyarakat pesisir semakin sempit.

Salah satu contoh tertuang dalam, Pasal 12 ayat 1 yang menyebut “Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan kuota industri dan kuota Nelayan Lokal harus memenuhi Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Kata Yusuf, pasal ini bisa diartikan semua pihak termasuk nelayan kecil harus mengurus izin yang dikeluarkan oleh gubernur atau dinas terkait.

“Bisa dibayangkan bagaimana nelayan yang berada di Kepulauan Tanimbar atau lebih jauh dengan penghasilan seadanya harus datang ke Ambon dengan ongkos yang besar hanya untuk mengurusi selembar kertas yang ditandatangani oleh pemerintah provinsi. Belum lagi harus berhadapan dengan sistem administrasi pemerintah kita yang carut-marut yang sudah menjadi rahasia umum seperti di Maluku ini,” kata Yusuf.

Tumpang tindih antar pasal dalam PP ini juga sangat merugikan masyarakat utamanya yang menggantungkan hidup ke laut. Dalam Pasal 15 ayat 1 point b disebutkan wilayah tangkap nelayan kecil bisa lebih dari 12 mil dan memiliki kebebasan izin administrasi. Hal ini bertentangan dengan Pasal 9 ayat 3 yang mengharuskan setiap nelayan termasuk nelayan kecil tergabung dalam koperasi yang berbadan hukum.

“Maka kebebasan akses wilayah tangkap yang tertera pada pasal 15 ayat 1 point b tidak jelas arah, dan terkesan hanya pura-pura untuk menciptakan prasangka baik dari masyarakat terhadap pemerintah jika hak-hak masyarakat telah dipenuhi oleh negara, padahal tidak sama sekali,” jelas Yusuf.

Karena itu, Yayasan Jala Ina menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur karena merampas hak-hak nelayan kecil dan nelayan tradisional. Kami mendesak pemerintah untuk:

  1. Segera meninjau kembali dan/atau menarik pemberlakuan PP PIT;
  2. Dalam mengeluarkan kebijakan terkait dengan pengelolaan sumber daya ikan nasional harus berorientasi pada kepentingan nelayan tradisional dan nelayan kecil.
  3. Kebijakan pemerintah pusat harus mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan khusus masyarakat yang berada di daerah kepulauan (pulau-pulau kecil)

 

Narahubung:
Direktur Eksekutif Jala Ina – M. Yusuf Sangadji (+62 822-4892-9338)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *