Terkait RUU KSDAHE, YKL Indonesia: Pesisir, Laut dan Pulau Kecil Harus Mendapat Porsi Besar

Terkait RUU KSDAHE, YKL Indonesia: Pesisir, Laut dan Pulau Kecil Harus Mendapat Porsi Besar

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia diundang dalam RDPU terkait RUU KSDAHE komisi IV DPR RI pada Selasa (11/04/2023). Direktur YKL Indonesia, Nirwan Dessibali yang mewakili dalam RDPU tersebut.

Menurutnya, RUU KSDAHE masih minim membahas mengenai konservasi pada pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari penetapan kawasan konservasi yang masih terfokus pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Dalam undang-undang ini masih banyak yang fokus pada kehutanan. Padahal laut, daratan dan gunung harus satu kesatuan. Jadi banyak banyak yang tidak sinkron,” ungkapnya.

“Narasi tentang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil itu masih sangat minim. Padahal itu harus dilibatkan. Kami berharap rancangan undang-undang ini tetap mengakomodir pesisir, laut dan pulau kecil,” tambahnya.

Selain itu ia juga mengingatkan pentingnya perlindungan hukum kawasan konservasi. Dalam Perppu Cipta Kerja mengizinkan kawasan konservasi laut dalam hal ini zona inti menjadi zona ekonomi untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN). Seperti mangrove di pesisir misalnya dapat menjadi tambang panas bumi. 

Tata kelola (governance) yang selama ini diimplementasikan dan dijalankan dengan baik oleh masyarakat justru dengan mudah diabaikan dan tidak dihargai. 

“Masyarakat selama ini berpuasa menahan diri dari kepentingan ekonomi mereka dalam memanfaatkan kawasan, bahkan mungkin ada yg mendapatkan sanksi karena melanggar, pada akhirnya diambil alih oleh kepentingan ekonomi pengusaha. Effort mereka dgn terlibat dan menjaga zona inti selama ini seakan menjadi sia-sia,” terangnya.

Pelibatan Masyarakat Lokal

Kesempatan tersebut ia juga turut memberikan masukan terkait pelibatan masyarakat dalam konservasi. Menurutnya, bukan hanya masyarakat ada saja yang dilibatkan, namun masyarakat lokal juga harus diberikan porsi dalam melakukan konservasi.

“Konservasi berbasis masyarakat jauh lebih efektif ketimbang konservasi pemerintah. Bukan hanya terkait konservasi masyarakat adat, konservasi masyarakat lokal juga cukup berhasil.” terangnya.

Ia mencontohkan peran masyarakat lokal khususnya nelayan dalam melakukan konservasi. Pelibatan nelayan di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang dalam upaya konservasi di kawasan Spermonde yang dikenal banyak melakukan penangkapan destruktif terbukti mampu menjaga ekosistem laut.

“Di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang, nelayan menyusun tata kelola laut, melalui sistem buka tutup gurita. Mengadaptasi sistem ada seperti sasi dan. Bukan hanya meningkatkan ekonomi, tetapi ekosistem laut perlahan pulih,” ungkapnya.

“Pelibatan masyarakat bukan hanya sekedar hadir, mereka harus mendapatkan manfaat dan mengontrol sendiri. Konservasi tidak melulu soal larangan, tetapi konservasi bisa juga meningkatkan perekonomian,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *