Maluku yang kaya akan sumber daya alam seperti emas, timah, nikel dan mineral lainnya menyebabkan permintaan global yang tinggi. Akibatnya aktivitas penambangan kini semakin intens di Maluku.
Hingga 2023, paling tidak terdapat 123 IUP Pertambangan di Maluku, yang tersebar beberapa kabupaten, diantaranya, 89 IUP di kabupaten Maluku Tengah, 10 IUP di Seram Bagian Timur, 16 IUP 31 IUP di Buru Selatan 31 IUP di Maluku Barat Daya. di Seram Bagian Barat.
Untuk itu Jaring Nusa bersama Jala Ina menggelar seminar dengan mengangkat tema dampak hilirisasi pertambangan pada pulau-pulau kecil di Indonesia, potret Kepulauan Maluku. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid di Ambon dan melalui zoom meeting.
Hilirisasi Pertambangan
Melky Nahar, Koordinator JATAM menjelaskan jika hilirisasi tambang berdampak pada pekerjaan tradisional warga setempat, akses dan manfaat petani ke lahan, nelayan sulit mendapatkan ikan.
Selain itu pertambangan mengganggu income, daya beli, dan menjadi sumber kemiskinan. “Kecenderungan seperti ini seolah urusan pembangunan, pemerintah mendelegasikan kepada perusahaan,” terangnya.
Ia juga menjelaskan salah satu ancaman terbesar saat ini terutama dalam urusan dalam pulau kecil ketika perusahaan melakukan Judicial Review atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“PT. GKP mengajukan JR beberapa klausul tentang UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kalau JR ini diterima ini akan jadi presiden buruk dan akan mengancam pulau pulau kecil yang punya deposit tambang,” ungkapnya.
“Ini juga akan menambah produk regulasi yang justru menguntung korporasi itu sendiri,” tambahnya.
Menurutnya upaya perlindungan harus melihat upaya pendekatan berbasis masyarakat lokal, seperti Sasi. Sehingga memastikan ruang keberlanjutan bagi warga lokal di pulau-pulau kecil.
Sementara itu, Abdul Manaf, akademisi dari IAIN Ambon menerangkan jika pemerintah tidak punya konstruksi hulu ke hilir pertambangan, maka konflik sumber daya alam dan juga masyarakat akan terus terjadi. Kerentanan bisa terjadi kalau masyarakatnya tidak siap dengan perubahan.
“Masyarakat bisa dikelola dengan baik melalui program pembangunan di daerah, tetapi juga menjadi masalah ketika sumber daya alam sebagai modal kapital itu akhirnya meruntuhkan kuasa pemerintah daerah untuk melindungi masyarakat, jelasnya.
Dampak Pertambangan di Pulau Kecil Provinsi Maluku
Salah satu dampak buruk pertambangan dapat dilihat di Gunung Botak, Pulau Buru. Menurut Yusuf Sangaji, Direktur Jala Ina mengungkap pertambangan di daerah tersebut berdampak terhadap kebun masyarakat serta kesehatan.
“Dari sisi pertanian, dampak dari gunung botak mencemari perkebunan salah satunya buah naga,” terangnya.
“Meskipun pendapat meningkat namun masyarakat juga mengeluarkan biaya yang besar, termasuk kesehatan,” tambahnya.
Jemmy Jefry, Akademisi UNPATTI Ambon menjelaskan jika terdapat dilema dalam melindungi pulau-pulau kecil. Satu sisi terdapat kebijakan untuk melindungi pulau kecil, namun soal kekayaan alam lain lagi.
Pulau kecil sangat rentan dan sangat berdampak pada aktivitas terhadap pertambangan. Sehingga menurutnya penting untuk mengawal aturan dalam perlindungan pulau kecil di Maluku dalam hal ini melalui RZWP3K Provinsi Maluku.
“RZWP3K Provinsi Maluku harus dikawal untuk melindungi pulau-pulau kecil dari ancaman pertambangan. Disini kita butuh ketegasan pemerintah jika pulau kecil tidak untuk ditambang,” terangnya.
Abdul Manaf, akademisi dari IAIN Ambon turut menjelaskan jika perlindungan pulau-pulau kecil akibat ekspansi pertambangan di Maluku dapat dicegah agar tidak semakin parah.
“Kalau di Maluku, kita masih bisa mencegah dampak yang sangat parah akibat eksploitasi pertambangan, jika melihat dari daerah lainnya,” ungkapnya.
Upaya perlindungan pulau kecil dalam ekspansi tambang bukan hanya melibatkan satu pihak saja, melainkan keterlibatan semua pihak baik dari pemerintah, akademisi, aktivis hingga masyarakat.
Perlindungan dari segi produk hukum juga harus dibarengi dengan perlindungan yang dilakukan oleh masyarakat melalui pendekatan lokal dan adat.