Krisis Iklim dan Siklon Tropis Seroja di Pulau Semau

Krisis Iklim dan Siklon Tropis Seroja di Pulau Semau

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Semau adalah salah satu contoh pulau kecil dari pulau-pulau kecil lainnya yang di balik kecantikan alamnya, ada banyak usaha bertahan di tengah perubahan iklim dan aktivitas ekonomi manusia. Perubahan tata kelola bentang alamnya tidak terlepas dari aktivitas sosial, budaya dan ekonomi dari masyarakat yang tinggal di dalamnya maupun intervensi dari luar.

Usaha-usaha konservasi yang secara mandiri dilakukan oleh warga Pulau Semau juga akan berhadapan dengan kebijakan-kebijakan daerah atau nasional yang mungkin saja tidak sejalan. Bukan saja masalah kebijakan pertanian nasional yang masih memberikan subsidi pupuk sintetik, tapi juga isu pariwisata pesisir yang menjadi program utama di Provinsi NTT.

Penetapan Pulau Semau beserta kawasan Bolok dan Tenau sebagai kawasan strategis Provinsi NTT, menjadikan program pembangunan di pulau dipercepat dalam program-program kerja. Pada program kerja provinsi, salah satu misi pemerintah adalah membangun NTT sebagai salah satu gerbang dan pusat pariwisata nasional.

Pulau Semau masuk sebagai salah satu wilayahnya, pendukung dalam Kawasan Taman Wisata Alam Laut. Pengembangan pariwisata di pulau ini diharapkan dapat terintegrasi dengan pembangunan yang selaras alam.

Baik pada penyediaan pangan darat dan laut, ketersediaan air pulau kecil, pengelolaan sampah/limbah, dan kelestarian ekosistem pulau seperti hutan serta pesisir dengan terumbu karangnya.

Pemantauan karang di perairan Pulau Semau (Foto: Sahabat Alam NTT)

Pada jangka waktu yang pendek, usaha-usaha konservasi yang dilakukan oleh warga Semau dibayangkan dapat membuat pemulihan pada keadaan hara tanah, ketersediaan pangan lokal dan tentu saja ketersediaan air di pulau.

Pada jangka panjang, pemulihan keadaan pulau serta perbaikan tata kelola bentang alamnya diharapkan dapat menjadi sedikit bagian dari pendukung mitigasi dalam perubahan iklim secara global.

Pemulihan infrastruktur alami seperti hutan dan terumbu karang dibayangkan bertahan pada dampak jangka panjang. Namun, usaha yang telah dibangun masyarakat Semau selama tahun 2018 hingga awal tahun 2021 tersebut malah dihantam oleh siklon tropis Seroja pada bulan April 2021.

Siklon tropis Seroja muncul di Laut Sawu, NTT pada awal bulan April 2021 merupakan siklon tropis terkuat yang untuk pertama kalinya sampai ke daratan Indonesia sejak tahun 2017. Kekuatan angin siklon mencapai 65 km hingga 85 km per jam dengan tekanan 995 hPa.

Siklon tropis ini memberikan dampak dengan potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat berjam-jam disertai angin kencang dan gelombang laut tinggi. Badai siklon tropis Seroja mulai terasa di daerah Kota Kupang dan sekitarnya sejak hari Jumat, 2 April.

Mencapai puncaknya hari Senin dini hari, tanggal 5 April 2021. Pulau Semau yang berada di seberang pesisir Kota Kupang juga menjadi salah satu lokasi jalur siklon.

Siklon tropis seroja tersebut turut menghancurkan beberapa bangunan rumah warga, fasilitas publik dan menimbulkan kerusakan hutan serta pesisir. Pepohonan di hutan banyak yang tumbang dan patah, termasuk pohon-pohon di kawasan lindung/kawasan tangkapan air yang telah dijadikan wilayah konservasi oleh warga.

Sejumlah nelayan mengumpulkan kembali puing-puing kapal motor yang hancur serta mengumpulkan pukat yang ikut tenggelam akibat siklon Seroja di TPI Tenau, Kota Kupang, NTT (Foto: Kornelis Kaha/ANTARA)

Pantai-pantai di pesisir juga terumbu karang banyak yang patah dan hancur dihantam gelombang badai. Kejadian siklon tropis ini adalah yang pertama kali dihadapi oleh masyarakat Pulau Semau.

Menurut laporan IPCC tahun 2021, adanya keyakinan tinggi akan kenaikan curah hujan ekstrem yang meningkat sebanyak 7% setiap kenaikan suhu muka bumi sebanyak 1 derajat celcius. Kenaikan suhu ini diproyeksikan meningkatkan intensitas dan kecepatan angin siklon tropis secara skala global di masa depan.

Proyeksi ini terkategori “highly confident” atau keyakinan tinggi. Sehingga, tidak menutup kemungkinan di masa depan akan ada siklon tropis dengan kekuatan yang lebih tinggi dibanding dengan yang telah dihadapi masyarakat Pulau semau kali lalu.

Kemungkinan-kemungkinan dampak perubahan iklim secara global serta arah pembangunan di daerah maupun nasional perlu diperhitungkan sebagai acuan bagaimana kegiatan konservasi dilakukan di masa depan di Pulau Semau.

Tulisan ini bersumber dari laporan “Bercermin di Pulau Semau: Sebuah Interpretasi Ketahanan Sosial Ekologis di Pulau Kecil”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *