Menjaga Ekosistem Laut Melalui Sistem Buka Tutup Gurita di Desa Kahu-Kahu, Kepulauan Selayar

Menjaga Ekosistem Laut Melalui Sistem Buka Tutup Gurita di Desa Kahu-Kahu, Kepulauan Selayar

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Sistem buka tutup gurita menjadi salah satu langkah yang diterapkan oleh nelayan yang ada di pulau kecil. Di Sulawesi beberapa daerah yang menerapkan sistem tersebut dapat dijumpai di Pulau Lanjukang dan Pulau Langkai di Makassar, di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, di Kepulauan Banggai hingga di Wakatobi.

Umumnya sistem buka tutup gurita diterapkan untuk memberikan waktu berkembangbiak gurita agar mencapai ukuran yang cukup untuk bisa ditangkap. Area yang menjadi lokasi penutupan biasanya ditutup hingga 3 bulan lamanya.

Sistem buka tutup yang diterapkan di beberapa daerah turut juga dijalankan di Pulau Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar. Diskusi dengan nelayan gurita yang diselenggarakan Jaring Nusa bersama Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI) pada Kamis, 1 Juni 2023 di Desa Kahu-Kahu memberikan beberapa informasi terkait dengan nelayan.

Berdasarkan penuturan nelayan jika gurita menjadi banyak yang ditangkap oleh masyarakat di Desa Kahu-Kahu lantaran jumlahnya yang banyak terutama di bagian barat Pulau Pasi. Selain itu harga jualnya juga yang tinggi memberikan keuntungan yang cukup baik bagi mereka.

“Pertama itu kalau gurita ongkosnya kurang, setengah hari saja melaut sudah bisa mendapatkan gurita. Yang paling gampang ditangkap itu gurita,” terang salah satu nelayan.

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap gurita sendiri antara lain pocong-pocong, doang-doang dan tombak. Pocong-pocong bentuknya menyerupai gurita untuk memancing gurita keluar. Doang-doang bentuknya menyerupai kepiting/udang dengan beberapa kail di badan alat tangkapnya.

Doang-doang, alat tangkap gurita yang digunakan oleh nelayan di Desa Kahu-Kahu (Foto: Jaring Nusa KTI)

Sistem Buka Tutup Gurita 

Awalnya LINI membuat pendataan gurita dan survei untuk menentukan lokasi yang tepat untuk menerapkan sistem buka tutup gurita. Hingga Desa Kahu-Kahu dipilih lantaran banyaknya nelayan gurita disana.

Setelah itu diadakan sosialisasi dan FGD bersama nelayan dan berbagai stakeholder. Dari FGD yang dilakukan ditemukan jika hasil tangkapan gurita semakin menurun.

“Jadi mereka juga sadar kalau gurita semakin sedikit, cuman kayak belum tau kira-kira apa solusi yang bisa mereka lakukan. Jadi kita (Yayasan LINI) coba sosialisasi juga,” ujar Putra, fasilitator lokal LINI.

Dahulu nelayan Desa Kahu-Kahu dapat dengan mudah mendapat gurita. Salah satu musim gurita adalah pada saat pergantian musim, akhir musim timur dan barat. Nelayan biasanya menandakan saat pasang surut di subuh hari.

Namun kondisi tersebut perlahan berubah. Masyarakat tidak mampu lagi menentukan dengan tepat musim gurita. Hal itu yang juga turut mendorong masyarakat untuk menerapkan sistem buka tutup gurita.

Dari hasil tersebut LINI mencoba mengajak masyarakat untuk mencoba metode sistem buka tutup untuk memaksimalkan hasil tangkapan nelayan. Hal itu sejalan dengan pengalaman yang didapatkan nelayan saat beberapa waktu di musim barat tidak melaut.

“Jadi dari logika tersebut, kalau ditutup sementara maka memberikan waktu bagi gurita untuk tumbuh, akan lebih besar juga (gurita),” terang Andre, koordinator program LINI.

Sebelum diterapkannya sistem buka tutup gurita nelayan biasanya mencapai 20 ekor jika musim tangkap yang dimulai pada bulan Maret. Biasanya ukuran gurita yang ditangkap dengan kisaran 7 ons/ekor.

Melalui sistem buka tutup gurita yang diterapkan, hasilnya cukup memuaskan. Setelah setahun dilakukan pendataan, terjadi peningkatan yang hasil rata-rata tangkapan nelayan gurita di Desa Kahu-Kahu.

Dari catatan LINI menunjukkan kawasan yang ditutup dengan luas area sebesar 6 hektar pasca 4 bulan ditutup dengan rata-rata nelayan mendapatkan 3,7 kg per nelayan. Lokasi buka tutupnya sendiri berada di pantai Jeneiya.

Hal itu meningkat jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya yang hanya 2 kg gurita per nelayan. Hasil itu menandakan jika buka tutup yang diterapkan oleh nelayan gurita di Desa Kahu-Kahu, Selayar efektif.

Lokasi penerapan sistem buka tutup gurita nelayan Desa Kahu-Kahu (Foto: Yayasan LINI)

Dampak dan Tantangan Sistem Buka Tutup

Sistem buka tutup yang diterapkan telah memberikan dampak bukan hanya secara ekonomi, melainkan juga secara ekologi. Pengamatan nelayan menunjukkan jika wilayah yang ditutup sementara membuat banyak biota laut untuk tumbuh dan berkembang.

Monitoring yang dilakukan oleh LINI juga menunjukkan jika kondisi terumbu karang masuk dalam kategori sedang dan sangat baik. Terdapat 37 jenis ikan karang dan beberapa jenis megabenthos.

Nelayan juga membuat kesepakatan untuk tidak melakukan penangkapan ikan yang dapat merusak lingkungan seperti bom ikan atau bahan kimia beracun. Hal tersebut berlaku bagi nelayan di Desa Kahu-Kahu.

Selain itu juga nelayan bersepakat untuk tidak membuang sampah atau mengotori kawasan lokasi penutupan. Selain itu turut dilakukan restorasi karang untuk meningkatkan tutupan karang di perairan Pulau Pasi.

Di wilayah tangkap nelayan Desa Kahu-Kahu yang berada di sisi barat Pulau Pasi, ada banyak nelayan dari daerah lain yang juga menangkap. Sehingga perlu adanya pengawasan dari setiap nelayan menjaga lokasi buka tutup.

“Sebenarnya kalau yang jaga itu berbasis masyarakat. Jadi masyarakat saling mengingatkan untuk tidak menangkap di wilayah tersebut,” jelas Putra.

Dalam diskusi tersebut juga nelayan mengharapkan agar adanya perluasan lokasi sistem buka tutup karena telah merasakan dampaknya. Bahkan lokasi penerapannya juga dapat ditambah lagi.

 

*Tulisan merupakan bagian dari liputan khusus Jaring Nusa KTI di Kabupaten Selayar. Penulis: Muhammad Riszky.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *