Pembudidaya Lobster Teluk Jukung Bersatu, Tolak Rancangan Permen KP Tentang Ekspor Bibit Lobster

Pembudidaya Lobster Teluk Jukung Bersatu, Tolak Rancangan Permen KP Tentang Ekspor Bibit Lobster

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Himpunan Pembudidaya Lobster Teluk Jukung (HPLTJ) berkumpul suarakan penolakan keras terhadap draft rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster.

Kegiatan digelar, pada Kamis 19 Oktober 2023, di depan Tugu Kampung Lobster, Dusun Telong-elong, Desa JerowaruLombok Timur itu dihadiri puluhan pembudidaya lobster di kawasan Teluk Jukung.

Para pembudidaya menentang bunyi pasal 6 yang menyatakan pembudidayaan benih bening lobster dapat dilakukan oleh investor di dalam dan luar negeri.

Menurut Tantowi, seorang pebisnis dan pembudidaya lobster, ketentuan pada pasal tersebut sangat merugikan pembudidaya, sebab dapat membuat harga jual anjlok dan punahnya lobster di dalam negeri.

“Ketika dibukanya kran ekspor benih atau bibit lobster ini, apa yang akan terjadi? Terutama bibitnya akan lebih tinggi harganya. Itu yang saya lihat. Yang kedua nilai jual akan merosot. Saya selaku pengusaha pengekspor tahu bagaimana pergerakan harga, saya mengatur kestabilan harga,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Wilayah Dusun Telong-elong Mujahidin yang turut hadir dalam kegiatan tersebut juga menolak tegas ekspor benih lobster yang saat konsolidasi di Mataram. Kata Mujahidin, bahasanya diperhalus dengan kalimat diizinkan dibudidayakan di luar negeri.

“Jadi itu bahasa yang dipakai di Permen itu diperhalus. Itu juga bahasa yang dipakai pas konsolidasi di Mataram. Kemudian menurut pengetahuan saya, untuk pembudidaya dalam negeri akan disesuaikan dengan kuota,” terang Mujahidin.

Diksi yang digunakan untuk mengganti kata ekspor itu juga dikomentari pedas oleh Sajuli selaku tokoh masyarakat di Dusun Telong-elong. Secara terang-terangan, Sajuli menyebut para pejabat yang menggunakan diksi tersebut pembohong.

Menurut Sajuli, kalimat tersebut seolah menganggap masyarakat pembudidaya lobster itu bodoh dan bisa dibodoh-bodohi.

“Kata mereka yang mengatakan budidaya di luar negeri ini adalah pembohong. Ini mengakali kita dianggap orang bodoh. Masa ada kalimat mengirim bibit ke luar negeri untuk dibudidayakan? Lalu yang budidaya siapa di sana? Apa itu orang Indonesia? Apa itu tidak dijual?” tegas Sajuli.

Salah satu keramba warga di NTB (Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

Jadi, lanjutnya, kita para pembudiaya walaupun ada di pelosok sudah tidak terlalu bodoh untuk mencerna kalimat-kalimat seperti itu.

Selain itu juga, Sajuli menuding, bahwa konsolidasi yang telah terlaksana di Mataram hanya mengundang orang-orang atau pihak-pihak yang pro terhadap regulasi tersebut.

“Akal-akalannya kelihatan. Jadi yang diundang itu cuma yang pro mereka, lalu itu disampaikan ke pusat, ini lho pak, 99% setuju. Tapi kalau yang ditanya yang di sini, bukan 99%, bahkan 100% menolak,” imbuhnya.

Bahkan, lebih lanjut Sajuli menyatakan, apabila bibit-bibit lobster tersebut berhasil terkirim ke luar negeri, maka itu akan menimbulkan ladang kemiskinan baru.

Selanjutnya, Amaq Iwan selaku pembudidaya lobster yang mewakili para pembudidaya di wilayah Teluk Jukung di kegiatan konsolidasi di Mataram mengaku, dia lah peserta pertama dalam forum tersebut yang mengangkat suara saat draft rancangan Permen KP tersebut dibacakan.

“Kita (para pembudidaya lobster) di forum itu memberikan pemahaman seperti apa? Bahwa kalau benih itu diekspor, maka populasi dari lobster ini akan punah. Tapi kalau kita budidayakan, maka dia akan bertelur dan akan menambah populasi lobster. Tapi, ndak ada jalannya kita. Karena apa? Dukungan kita dari dalam itu tidak ada sama sekali,” tandasnya.

Rilis ini bersumber dari ntbpost.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *