Pentingnya Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat

Pentingnya Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat (PPWA) adalah proses pembuatan peta yang dilakukan oleh anggota masyarakat adat mengenai tempat/wilayah adat dimana mereka hidup (ruang hidup).

Nilai-nilai yang dikembangkan pada pemetaan partisipatif seperti dijelaskan oleh JKPP antara lain: (1) menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM); (2) mengutamakan kepentingan, inisiatif dan keterlibatan rakyat; (3) menjunjung tinggi kehidupan bersama yang berkeadilan sosial; (4) berpihak pada pengelolaan lingkungan yang mempertimbangkan manusia sebagai kesatuan ekosistem; dan (5) menempatkan pemetaan sebagai ruang belajar bersama. Dengan satu tujuan untuk membangun tegaknya kedaulatan rakyat atas ruang.

Khusus untuk perencanaan pembangunan di wilayah adat, pemerintah daerah perlu menyusun peta wilayah adat untuk memotret pengelolaan, pemanfaatan dan penguasaan lahan berbasis kearifan lokal di suatu wilayah adat untuk mengetahui dinamika perubahan yang terjadi di tingkat tapak saat ini.

Pembuatan peta wilayah adat menggunakan metode pemetaan partisipatif lebih menekankan pada keterlibatan aktif masyarakat adat setempat dalam menuangkan pengetahuan tentang ruang yang mereka tinggali ke sebuah bidang datar.

Menurut Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mengungkap jika BRWA bersama CSO telah mengkompilasi 20 juta hektar peta wilayah adat dengan 1.119 peta di seluruh Indonesia. Lebih lanjut ia juga mengutaran dalam Rakernas Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir (ASPEKSINDO) peta wilayah adat masih banyak yang di daratan. Tapi ada beberapa yang berada di wilayah pesisir dan ini bisa dikolaborasikan dengan KKP terkait informasi spasial dan sosial masyarakat adatnya.

Deklarasi Wakatobi yang dihasilkan dari pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit) 2022 pada 10 Juni 2022 menegaskan kembali komitmen kementerian/lembaga untuk bekerjasama dalam percepatan reforma agraria.

Pengesahan peta wilayah adat suku Moi Kelim, Kab. Sorong (Foto: AMAN)

Beberapa poin dalam Deklarasi Wakatobi adalah upaya untuk mewujudkan provinsi dan kabupaten/kota yang bebas tumpang tindih aturan pada 2025, komitmen pemerintah daerah untuk mendorong percepatan penetapan Peraturan Daerah untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, termasuk pemetaan wilayah adat dan pemberdayaan masyarakat, mempercepat pendaftaran tanah di wilayah pesisir, dan berperan dalam mencegah perubahan iklim melalui pengelolaan kawasan mangrove di wilayah pesisir dan pulau kecil.

Manfaat pemetaan partisipatif bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan kesadaran seluruh anggota masyarakat mengenai hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam. Sehingga perlunya mendorong pemetaan partisipatif wilayah adat yang menyasar di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

 

Rujukan: Econusa; JKPP; WRI Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *