Econusa dalam kerja-kerjanya terus mendorong pengembangan dan peningkatan kapasitas kelompok masyarakat madani, sambil mengembangkan strategi-strategi yang relevan dan fasilitasi upaya advokasi, kampanye, komunikasi, dan pelibatan pemangku kepentingan, termasuk para pembuat kebijakan di Tingkat regional dan nasional.
Econusa yang dibentuk pada 21 Juli 2017 ini telah melakukan beragam upaya untuk mencapai tujuan tersebut samil memperkuat inisiatif lokal dan internasional meskipun ancaman selalu menghadang di wilayah tersebut.
Sebagai koalisi yang juga mempromosikan kerja yang dilakukan oleh anggota, Jaring Nusa menggelar sharing session untuk berbagi pengetahuan terhadap upaya yang telah dilakukan oleh EcoNusa di Indonesia Timur. Kegiatan ini yang diselenggarakan secara daring ini dilaksanakan pada Kamis (20/03/2025).
Penguatan Masyarakat di Kepulauan Maluku
Gadri Ramadhan Attamimi, Manajer Regional Kepulauan Maluku menjelaskan jika visi dari EcoNusa yaitu kedaulatan masyarakat untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Di Kepulauan Maluku sendiri memiliki peran strategis terhadap pengembangan potensi lokal karena keunggulan letak geografis. Ia menjelaskan jika Kepulauan Maluku merupakan jalur rempah dan menjadi salah satu rute perdagangan global.
“Kenapa penting karena secara geografis bahwa Kepulauan Maluku ini merupakan jalur rempah dan perdagangan dunia. Kita tahu secara historikal telah Kepulauan Maluku telah menjadi penghasil rempah-rempah terlebih sejak kedatangan VOC,” papar Gadri.
Selain itu Kepulauan Maluku masuk dalam kawasan Coral Triangle dan masuk dalam kawasan Wallacea yang memiliki keanekaragaman hayati darat dan lautnya yang sangat tinggi.
“Kita tahu ada potensi perikanan dengan terdapat 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan Perikanan dengan 3,9 juta ton dari estimasi potensi yang ada di indonesia. Belum lagi terdapat pala, cengkeh dan coklat serta biota laut lainnya,” jelasnya.

Pada paparannya ia juga menjelaskan beberapa tantangan yang dihadapi di Kepulauan Maluku diantaranya mendorong perekonomian berkelanjutan, meningkatkan kesadaran masyarakat, meminimalkan tumpang tindih pengelolaan.
Selain itu tak kalah penting adalah peningkatan efektivitas penegakkan hukum hingga kekurangan data dan informasi dapat dan kemitraan dapat ditingkatkan.
“Tantangan kita di kepulauan Maluku adalah kebijakan berbasis data. Dalam data BPS mencantumkan data daerah lain di daerah lain. Secara baseline data tidak mendukung jika kita ingin membuat kebijakan yang pro terhadap masyarakat,” terangnya.
“Sebagai salah satu kerja yang kami lakukan, kami bersama masyarakat membuat profil desa yang ada di Desa Waru. Dalam hal merumuskan kebijakan harus berbasis data, kita mendorong di Waru buat survei mandiri,” tambahnya.
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Econusa dengan berkolaborasi berbagai stakeholder dan masyarakat antara lain pembangunan rumah pengering, uji coba fermentasi coklat.
“Total terddapat 21 rumah pengering yang di bangun terutama di Kabupaten Maluku Tengah. Dari hasil tersebut dapat dijual dengan kualitas terbaik di pasar,” ujarnya.
Selain itu telah dilakukan berbagai pelatihan kapasitas terhadap masyarakat lokal dan adat, kerjasama dengan universitas dalam hal riset serta kerjasama dengan pemerintah dalam membuat kebijakan yang berpihak terhadap masyarakat.
“Kita perlu membangun ekosistem yang mendukung inovasi dan kebijakan berbasis data. Selain itu penting untuk memperkuat jejaring multisektor untuk mengelola potensi sumber daya alam di Kepulauan Maluku secara adil dan berkelanjutan,” tandas Gadri.
Advokasi Kebijakan di Papua
Sementara itu Maryo Saputra Sanuddin, Manajer Regional Papua menjelaskan upaya advokasi kebijakan khususnya terhadap review izin perkebunan sawit agar dapat dikembalikan kepada masyarakat adat.
“Kami di regional papua mencakup ada 4 provinsi. Advokasi kebijakan, di tahun 2022-2024 evaluasi review izin perkebunan sawit yang dilakukan bersama dengan pemerintah. Dari proses itu kita berhasil mengurangi luas izin,” jelasnya.
Econusa sendiri juga mendorong agar kebijakan dari pemerintah daerah berpihak terhadap masyarakat adat di Papua. Menurut Maryo, kebijakan yang berpihak terhadap masyarakat adat masih lemah.
“Masih lemahnya kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat. Selain itu juga pendampingan dari pihak pemerintah yang belum optimal. Sering sekali menyampaikan program, paska memberikan program, proses pendampingan tidak dilakukan,” terang Marya.

“Yang bisa dilakukan bersama yaitu berkolaborasi untuk memperkuat dampak. Mendorong kebijakan yang berpihak kepada masyarakat adat. Kita masuk dalam tim penyusunan RPJMD dan RTRW untuk wilayah Papua,” tambahnya.
Ia juga menerangkan tantangan dalam melakukan pendekatan terhadap masyarakat adat. Strategi yang didorong di Econusa sendiri di Papua untuk mendapatkan kepercayaan melalui gereja dan hal tersebut efektif.
“Strategi lain kita juga melakukan kolaborasi dengan gereja. GPI Papua, ada yang menarik misalnya di Merauke. Mereka kita dorong membuat peternakan ayam petelur. Dari hasil yang didapatkan 1 butir untuk gereja, butir untuk masyarakat dan 1 butir untuk ditabung produksi ke depan,” ujarnya.
Senada dengan Marya, Vilta Lefaan, Manajer Regional Kepala Burung Papua menjelaskan jika Econusa secara konsisten terus berupaya melakukan pendampingan masyarakat. Menurutnya pendampingan ini dilakukan secara berkesinambungan hingga masyarakat dapat mandiri mengelola wilayahnya.
“Econusa mencoba konsisten dan bertanggung jawab pasca melakukan program. Dan sesuai dengan strategi program harus memastikan keberlanjutan. Walaupun kita tahu tantangan bekerja di wilayah KTI cukup dinamis,” jelasnya.
Ia memaparkan pentingnya pemetaan partisipatif sebagai bagian dari rangkaian guna mengetahui potensi sumber daya alam dan pengelolaan yang berkelanjutan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Pemetaan partisipatif dilakukan tidak berhenti sampai disitu. Perlu dipastikan masyarakat mampu mengelola wilayah yang sudah dilegalkan sehingga bisa memastikan keberlanjutan masyarakat terjamin,” ujar Vilta.

Upaya yang dilakukan oleh Econusa sendiri terhadap masyarakat adat di Papua melalui EcoFund. EcoFund merupakan mekanisme pendanaan langsung dari EcoNusa untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan, reformasi kebijakan, dan konservasi alam, yang diberikan kepada inisiatif masyarakat adat dan lokal di Indonesia Timur, dengan fokus pada perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam.
“Praktik baik lainnya EcoNusa punya program yaitu EcoFund khusus untuk dilakukan kepada masyarakat ada yang mengelola potensi wisatanya. Sejauh ini di Papua sendiri terdapat di Kabupaten Raja Ampat melalui pembangunan dan perbaikan homestay,” jelasnya.
Menyebarkan Praktik Baik Masyarakat
Bachori Dhian Pratama, Manajer PMEL turut menjelaskan jika pembelajaran dari yang sudah didapatkan perlu ada evaluasi. Evaluasi dari pembelajaran merupakan bagian untuk melaksanakan program dapat berjalan efektif.
“Dalam melakukan evaluasi dan belajar dari pengalaman sangat dibutuhkan. Sesi untuk identifikasi pembelajaran ini merupakan bagian untuk menjadi lebih baik lagi. Sehingga butuh strategi,” terangnya.
Menurutnya dengan melaksanakan lesson learn secara terstruktur, organisasi akan mendapatkan panduan untuk evaluasi konstruktif. Biasanya dilakukan di awal, tengah, dan akhir proyek.
Dalam kerangka lesson learn yang dilakukan oleh Econusa terdapat beberapa tahapan yakni pengumpulan data dan informasi, identifikasi pembelajaran yang mencakup proses yang sudah berjalan dengan baik, kekurangan dari prosesnya hingga hal yang dapat ditingkatkan.
Selanjutnya adalah dokumentasi dan penyusunan laporan, distribusi dan sosialisasi. Selain itu terdapat integrasi ke dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan hingga pemantauan dan umpan balik.
“Dari seluruh pembelajaran yang sudah didapatkan, kita melihat ada beberapa urgensi terutama konteks lokal. Kita tahu bahwa tanah Papua punya tradisi sistem pengetahuan. Dengan mengidentifikasi kita dapat mendorong kebijakan sesuai dengan konteks lokal,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya partisipasi bermakna dari masyarakat adat dan lokal sebagai bagian utama yang menentukan keberlanjutan.
“Dalam proses identifikasi untuk melibatkan masyarakat ada dari tahanan identifikasi sampai tahap distribusi dan sosialisasi. Hal tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas lokal dan aspek-aspek kemandirian, kemampuan manajerial dan sistem kelembagaan,” papar Bachori.
Berkaitan dengan pembelajaran dari di Maluku dan Papua, komunikasi pada berbagai platform media penting dilakukan untuk menyebarkan cerita baik yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam menjaga lingkungan.
Hal itu disampaikan oleh Friska Kalia, Manajer Komunikasi. Ia menjelaskan strategi komunikasi yang digunakan oleh Econusa dengan mengangkat cerita positif dari Indonesia Timur mulai dari pengelolaan sumber daya alam, kearifan lokal hingga keberhasilan komunitas adat.
“Ada banyak cerita baik dari Indonesia timur untuk membangkitkan semangat, di timur ini ada yang bisa direplikasi di berbagai daerah lainnya.,” ujarnya.
“Kita tahu ada beberapa masyarakat adat yang melindungi hutan dan wilayah yang disakralkan yang masih sangat dijaga. Sehingga kalau ini dirusak, maka masyarakat yang akan terkena dampaknya,” tambahnya.

Econusa sendiri membangun narasi yang memperkuat identitas dan kebanggan masyarakat Indonesia Timur. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan turut mendukung upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat.
“Kita ingin memberikan pemahaman mengapa harus ikut melindungi hutan dan laut yang ada di Indonesia Timur,” terang Friska.
“Kita banyak banyak menggunakan storytelling berbasis komunitas. Kami menggunakan POV dari masyarakat adat. Berdasarkan survei audiens, EcoNusa konsisten untuk mengabarkan cerita baik dari Indonesia Timur,” tambahnya.
Dari upaya menyebarkan cerita baik dari Indonesia Timur yang dilakukan oleh Econusa, Friska berharap masyarakat dari wilayah lain lebih sadar dan mau melakukan upaya nyata untuk melindungi dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan.
“Kalau dari strategi komunikasi kita ingin mengatakan hal-hal baik dari Indonesia Timur, bahwa masih ada harapan dan ingin menggerakkan untuk sadar. Dengan melindungi dengan menjaga dan memastikan hak-hak masyarakat adat artinya juga memastikan hak-hak generasi masa depan,” pungkasnya.
Foto utama: Econusa