Sejak dideklarasikan pada tahun 2004, World’s Mangroves Day yang jatuh pada tanggal 26 Juli setiap tahunnya dijadikan momentum bagi banyak pihak untuk melakukan aksi dan menyuarakan kampanye terkait pelestarian ekosistem mangrove.
Namun, keberadaan ekosistem mangrove saat ini menghadapi berbagai ancaman, seperti alih fungsi lahan, penebangan liar, dan pencemaran.
Kehilangan ekosistem mangrove tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung pada ekosistem ini untuk mata pencaharian mereka.
Pada peringatan Hari Mangrove Sedunia tahun 2024, kolaborasi dari berbagai organisasi dan komunitas menggelar Community Mangrove Camp di Dusun Kuri Caddi, Kabupaten Maros. Kegiatan ini dilaksanakan pada 26 dan 27 Juli 2024.
Besarnya peran masyarakat yang berdampingan dan memanfaatkan hutan mangrove perlu mendapat perhatian besar karena perannya sebagai pengguna jasa dan menjaga ekosistem mangrove.
Kuri Caddi dipilih sebagai lokasi peringatan mengingat sejarah panjang warga dalam upaya konservasi mangrove. Rio Ahmad, Direktur Blue Forest menjelaskan jika sejak 2014, Blue Forest bersama warga di Kuri Caddi melakukan restorasi mangrove dengan menggunakan metode Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR).

Metode ini digunakan sebagai upaya mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi dan ekologi sebelum melakukan restorasi mangrove, dan mengandalkan pemantauan untuk menginformasikan tindakan korektif dari waktu ke waktu.
“Kuri Caddi menjadi salah satu best practice masyarakat dalam merestorasi tutupan mangrove yang tadinya kecil menjadi lebih luas dalam 10 tahun terakhir,” ujarnya.
“Kami ingin menunjukkan Kuri Caddi sebagai kawasan ekowisata yang mengedepankan pembelajaran langsung oleh masyarakat tentang ekosistem mangrove,” terang Rio.
Ke depan kita ingin terus mencari role model untuk pengembangan ekowisata di Kuri Caddi,” tambahnya.
Kuri Caddi Terus Berbenah
Sementara itu Supri, Kepada Dusun Kuri Caddi menerangkan jika salah satu bentuk dalam menjaga ekosistem mangrove di Kuri Caddi melalui ekowisata. Menurutnya, masyarakat belum sepenuhnya sadar mengenai pentingnya mangrove dan manfaat ekologi lainnya.
“Salah satu upaya melestarikan mangrove harus melalui ekowisata. Ini juga untuk mencegah oknum yang melakukan penebangan liar di mangrove,” jelasnya.
Ia juga menerangkan jika pengelola ekowisata mangrove terus berupaya untuk memperbaiki sarana dan prasarana penunjang dalam meningkatkan kualitas ekowisata mangrove di Kuri Caddi.
“Persiapan akses jalan, sumber air dan pengelolaan sampah masih terus diupayakan. Seiring berjalannya waktu kita terus berbenah,” tandas Supri.

Kegiatan Community Mangrove Camp meliputi tramping mangrove, penanaman tanaman pionir di pesisir dan berbagi pengetahuan dengan organisasi yang hadir mengenai pengelolaan lingkungan yang lebih baik hingga bersosialisasi bersama masyarakat Kuri Caddi.
Peringatan ini juga menjadi momentum yang tepat untuk menyadarkan tentang pentingnya fungsi keberadaan ekosistem mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Salah satu peserta Community Mangrove Camp menerangkan jika kegiatan ini memberikan pelajaran yang sangat penting mengenai pelestarian mangrove di Kuri Caddi. Pengalaman langsung mengelilingi hutan mangrove bersama turut meningkatkan awareness untuk melestarikan mangrove.
“Kegiatannya sangat keren dan menarik, terutama untuk tramping mangrove dan sharing sessionnya. Semoga bisa kedepannya diadakan lagi lebih lama dan lebih ramai,” terang Fiko, dari Floating School.