Search
Close this search box.
Search

Mempertahankan Pulau Wawonii Berarti Mempertahankan Sumber Daya Alam, Bukan untuk Ditambang!

Mempertahankan Pulau Wawonii Berarti Mempertahankan Sumber Daya Alam, Bukan untuk Ditambang!

Di Sulawesi Tenggara, industri ekstraktif pertambangan nikel sangat masif beroperasi tidak terkecuali di Pulau-pulau kecil salah satunya yaitu Pulau Wawonii. Sebagai gambaran, Pulau Wawonii hanya memiliki luas wilayah ±867,58 km2 atau ±86.750 Ha yang artinya di bawah luasan 200.000 Ha. 

Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bahwa Pulau Wawonii termasuk dalam kategori pulau-pulau kecil di Indonesia yang artinya sangat rentan jika wilayah daratannya atau lahannya diperuntukkan bagi industri ekstraktif pertambangan. 

Sebagai wilayah kabupaten dalam kawasan pulau yang serba terbatas, menjadikan isu lahan/tanah menjadi sangat penting. Peningkatan status Pulau Wawonii sebagai daerah otonomi baru pada tahun 2013 telah menimbulkan persoalan dalam penguasaan dan penggunaan tanah untuk pertanian, pemukiman, fasilitas umum, lokasi pemerintahan, migrasi penduduk, bisnis dan upaya konservasi.

Salah satu langkah awal yang dilakukan KOMDES Sultra yaitu melalui studi lapang. Studi bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam berbasis lahan di Pulau Wawonii.

Untuk itu Jaring Nusa bersama KOMDES Sultra menggelar sharing session dengan mengangkat isu Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pulau Wawonii. Kegiatan yang diselenggarakan pada Jumat (20/12/2024) dilakukan secara hibrid ini sekaligus upaya eksposur awal hasil penelitian.

Potensi SDA di Wawonii

Rosniawanti, narasumber sekaligus peneliti dalam riset di Pulau Wawonii menjelaskan jika pertanian dan perkebunan menjadi mata pencaharian utama warga. Dua sektor ini menyumbang PDRB terbesar sampai 54 %, Administrasi & Jasa sebesar 12 %.

“Jadi pada saat kita mengunjungi Pulau Wawonii, anda akan melihat hamparan yang ditumbuhi dengan pohon kelapa jadi pohon kelapa. Dengan mudah kita temukan bukan cuma di kebun kebun warga bahkan sampai di halaman halaman warga itu tumbuh dengan suburnya tidak perlu treatment,” jelasnya.

Kelapa menjadi sumber pendapatan warga di Wawonii. (Foto: KOMDES-Sultra)

Setelah pohon kelapa kemudian tanaman jambu mete, lalu beberapa tahun ini sekitar dua dekade ini warga sudah mulai mengembangkan tanaman cengkeh dan baru-baru ini mulai menanam pala.

“Warga percaya bahwa perkebunan pertanian maupun kelautan yang sangat besar potensinya di sana itu bisa memberikan kesejahteraan,” tegasnya.

Pulau Wawonii terletak diantara garis maya Wallace dan Weber. Indeks keanekaragaman jenis, indeks kemerataan, dan indeks kekayaan jenis termasuk dalam kategori tinggi. Di pulau ini, ditemukan tipe ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan pamah atau dataran rendah, hutan pegunungan bawah, dan hutan batuan ultrabasa.

“Riset dari BRIN menunjukkan ada 1.000 jenis tumbuhan berpembuluh dan jamur yang menghuni seluruh Pulau Wawonii dan dimanfaatkan untuk sumber pangan, obat-obatan, kosmetik, ramuan rumah, permainan, kerajinan,” ujar Ros, yang juga merupakan jurnalis Tempo.

Sarlan Adijaya, dosen Antropologi Universitas Haluoleo menjelaskan jika kondisi topografis di Pulau Wawonii sangat cocok terhadap pertumbuhan beberapa jenis tanaman.

“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa praktik pertanian telah menjadi kebiasaan penduduk di Pulau Wawonii secara turun temurun, terutama budidaya kelapa, pala dan jambu mete,” jelasnya.

Ia menerangkan berapa jenis tanaman potensial yakni kakao lantaran pH tanah dan ketinggian yang bervariasi. Lalu kelapa yang cocok untuk daerah pesisir, jambu mete yang adaptif dengan kondisi tanah podsolik. Lada juga dapat tumbuh dengan baik di tanah dengan drainase yang baik.

“Yang sudah dimanfaatkan untuk tanam jambu mete itu sangat kecil padahal sesuai dengan aspek ekologi di Pulau Wawonii sangat yang cocok,” terangnya.

Tanaman cengkeh menjadi komoditas primadona baru yang ditanam warga di Pulau Wawonii. (Foto: Rosniawanti)

Sementara itu Safiudin Alibas, Kepala BAPPEDA Kab.Konawe Kepulauan menegaskan Pengelolaan SDA khususnya sektor pertanian, perikanan dan pariwisata harus memberikan manfaat yang sangat besar terhadap kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga keseimbangan dan keberlanjutan lingkungan.

“Pengelolaan Sumber Daya Alam harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan dengan lingkungan sebagai faktor pembatas,” ujarnya.

“Pengembangan sentra-sentra produksi pertanian dan perikanan dengan pendekatan agribisnis atau minabisnis,” tambahnya.

Muhammad Yusuf, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP juga mengamini jika potensi pertanian dan perkebunan di Pulau Wawonii harus dikembangkan. Hal itu sejalan dengan program pemerintah untuk memanfaatkan kebun-kebun warga dalam memproduksi hasil pertanian.

“Kemudian kalau kita melihat sumber daya alam, ada cengkeh, pala, jambu mete, padi. Apalagi sekarang Presiden lebih mengembangkan padi non sawah, tapi padi yang sifatnya di kebun-kebun,” terangnya.

“Pak Menteri Pertanian juga menyampaikan tidak hanya fokus pada padi sawah, tapi juga akan fokus kepada padi padi yang sudah lama digunakan oleh masyarakat di kebun-kebun untuk ketahanan pangan,” tambahnya.

Tambang Mengancam Kesejahteraan Warga

Rosniawanti menerangkan sejak Pulau Wawonii dimekarkan pada 12 April 2013, sudah menerima tekanan dengan adanya 15 izin tambang.

“Saat ini 6 perusahaan dan yang existing adalah PT. GKP,” ujarnya.

PT GKP mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) pada 2010 dari Kementerian ESDM yang berlaku hingga 2028, dengan luas area yang awalnya mencapai 950 hektar.

6 perusahaan yang mendapatkan ijin di Pulau Wawonii. (Pemaparan Rosniawanti)

Pada tahun 2016, luasan tersebut diperkecil menjadi 850 hektar setelah ditemukan kawasan hutan lindung di dalamnya. Dari luas tersebut, 707 hektar di antaranya mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari KLHK.

Studi lapangan yang dilakukan mengungkap, bagi masyarakat Wawonii, waktu seakan berjalan semakin sempit. Laut yang dulunya melimpah dengan ikan kini semakin tercemar, kebun-kebun mereka rusak, dan konflik sosial semakin memanas.

“Upaya perlawanan warga dilakukan sejak dulu, jauh sebelum PT. GKP. Dimulai tahun 2000 ketika perusahaan kayu akan beroperasi di Munse,” jelasnya.

Riset tersebut menerangkan juga mengenai perjuangan masyarakat Pulau Wawonii menentang eksploitasi tambang nikel oleh PT. GKP ini sudah berlangsung lebih dari lima tahun. 

Selain aksi protes di lapangan, warga juga melayangkan gugatan hukum terhadap berbagai izin yang diberikan kepada PT Gema Kreasi Perdana. 

Gugatan tersebut mencakup Izin Lingkungan, Izin Usaha Pertambangan, dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan untuk perusahaan tersebut.

“Salah satu fokus utama adalah mengajukan gugatan terkait IPPKH yang mengatur izin pertambangan di pulau kecil, sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pulau Kecil,” terangnya.

Berladang dengan menerapkan kearifan lokal masih dilakukan warga di Pulau Wawonii bagian dari menjaga ikatan tanah dan harmonisasi alam. (Foto: Rosniawanti)

Harapan warga Wawonii tertuju upaya konkret dari pemerintah dalam penegakan hukum, menghentikan aktivitas pertambangan yang destruktif. Selain itu penting untuk memastikan keadilan bagi warga benar-benar terwujud. 

“Tanpa adanya penegakan hukum yang kuat, kerugian negara dan kerusakan lingkungan hanya akan terus bertambah,” tegas Ros, yang dituangkan dalam riset KOMDES Sultra.

Hal itu juga ditegaskan oleh Muhammad Yusuf yang menjelaskan bahwa adanya pertambangan di suatu wilayah tidak serta merta juga berdampak terhadap kesejahteraan warga lokal.

“Tidak selamanya tambang itu mensejahterakan masyarakat. Saya belum pernah mendengar suatu lokasi tambang yang memberikan manfaat besar sekali buat masyarakat,” ujarnya.

Adanya aktivitas pertambangan yang merugikan masyarakat lokal berdasarkan hasil riset yang dilakukan justru berbanding terbalik dengan arah kebijakan investasi dari BAPPEDA Kab.Konawe Kepulauan.

Dalam pemaparannya, Saifudin menjelaskan jika Investasi yang dilakukan harus menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Selain itu investasi harus menumbuhkan perekonomian masyarakat lokal dan tidak merusak tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *