Dalam beberapa waktu terakhir, jenis pari manta telah terpuruk dan menuju kepunahan karena sering terjerat jaring ikan dan berbagai tekanan penangkapan yang berakibat menurunnya populasi mereka.
Namun sebuah studi baru mengidentifikasikan adanya populasi dari 1.085 individu pari manta karang (Mobula alfredi) yang hidup di perairan Taman Nasional Komodo (TNK), sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO yang mencakup lebih dari 1.800 kilometer persegi (700 mil persegi) yang terdiri dari pulau dan lautan.
Tertarik oleh perairan yang kaya plankton, jenis pari manta karang berkumpul di tempat ini untuk makan, berkembang biak, dan membersihkan diri.
“Cukup mengesankan untuk mengidentifikasi begitu banyak pari manta, dan hasil kami menunjukkan bahwa kami belum bisa mengidentifikasi semua individu yang mungkin tinggal di TNK,” penulis utama Elitza Germanov, seorang ilmuwan senior di Marine Megafauna Foundation yang bermarkas di Florida, mengatakan kepada Mongabay melalui email.
“Meskipun sulit untuk membandingkan secara langsung berbagai wilayah di dunia dengan identifikasi pari manta saja, tapi tampaknya saat ini TNK berada dalam lokasi teratas dunia untuk pari manta.”

Di seluruh dunia, pari manta menjadi target karena pelat insangnya, yang digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok, atau secara tidak sengaja ditangkap sebagai tangkapan sampingan.
Indonesia dulunya menjadi tempat penangkapan perikanan pari manta yang paling produktif, tetapi pada tahun 2014, pemerintahan negara ini berjanji untuk melindungi pari manta karang dan pari manta raksasa (Mobula birostris) dengan melarang penangkapan atau perdagangan bagian tubuh mereka secara ilegal. Terlepas dari langkah ini, para ahli mengatakan penangkapan ilegal masih terjadi di dalam dan sekitar Indonesia, dan para nelayan terus menangkap pari manta sebagai tangkapan sampingan.
Studi ini menemukan bahwa dari 56 pari manta yang disurvei mengalami cedera terkait alat tangkap.
“Beberapa dari kontak dengan alat tangkap ini tidak diragukan lagi adalah karena faktor ketidaksengajaan, tetapi ini juga menyoroti bahwa aktivitas penangkapan ikan masih menjadi masalah bagi pari manta saat ini,” kata Germanov.
Kegiatan pariwisata, bila dilakukan secara tidak bertanggung jawab, juga bisa menjadi ancaman. Pari manta dapat tersambar lambung dan baling-baling kapal. Mereka juga amat sensitif terhadap kebisingan dan bentuk gangguan lainnya.
“Di perairan TNK, peningkatan tekanan pariwisata sebelum pandemi dapat mengganggu perilaku alami pari manta atau dapat membuat pari berpindah ke tempat yang kurang mereka sukai, yang mungkin berdampak buruk pada kesehatan dan reproduksi,” jelas Germanov.
“Menetapkan dan menegakkan pedoman yang jelas untuk pariwisata berkelanjutan dapat sangat bermanfaat di sini.”

“Populasi yang cukup besar seperti yang dijelaskan dalam penelitian ini, akan menjadi benteng [menghindarkan kepunahan] bagi spesies ini,” sebut Harris kepada Mongabay.
“Adalah sebuah kenyataan yang sangat mungkin bahwa beberapa populasi lain akan mengalami kepunahan lokal, jadi penelitian seperti ini sangat penting untuk menyoroti tekanan dari penangkapan ikan ilegal, yang selalu sulit untuk ditangani dan masih lazim terjadi di banyak daerah. ”
Tempat lain yang diketahui memiliki kumpulan besar pari manta karang adalah kawasan Kepala Burung di provinsi Papua Barat, dan Maladewa di Samudera Hindia.
“Menemukan agregasi besar di TNK memberi kami harapan bahwa dengan mengatasi semua ancaman yang tersisa di TNK dan menambahkan upaya mitigasi tambahan di daerah sekitarnya, kita bisa melihat memutar balik tren penurunan populasi pari manta di regional sebelum terlambat,” kata Germanov.
Gambar utama: Simon Pierce
*Artikel ini diambil dari Mongabay Indonesia. Baca artikel sumber.