Hak kelola masyarakat Pulau Langkai dan Lanjukang, Kota Makassar, dalam mengelola wilayah laut mendapat dukungan penguatan dari berbagai pihak. Melalui sistem buka tutup area penangkapan gurita, masyarakat telah membuktikan bahwa mereka mampu menjaga keberlanjutan ekosistem laut sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dukungan ini disampaikan saat peresmian penutupan sementara area penangkapan gurita periode ke-6 di Pulau Lanjukang pada Jumat, 14 Februari 2025. Acara ini dilaksanakan oleh Forum Pasibuntuluki bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Laut Indonesia (YKL) Indonesia, Turning Tides, serta pemerintah pusat dan daerah.
“Kami tentunya sangat mendukung kegiatan yang telah dilakukan masyarakat Pulau Langkai dan Lanjukang, termasuk bagaimana tata kelola ini nantinya dapat diintegrasikan dalam kawasan konservasi untuk memberikan jaminan kepada nelayan dan masyarakat yang telah melakukan inisiatif lokal,” ujar perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, Astuty Abuyahya.
Ia menambahkan bahwa mekanisme integrasi ini telah dipelajari dengan baik dan sangat memungkinkan untuk diterapkan. Melalui mekanisme tersebut, masyarakat dapat memperoleh jaminan dalam melaksanakan sistem buka tutup wilayah penangkapan gurita.
Senada dengan itu, perwakilan dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan Laut (BPSPL) Makassar menegaskan bahwa pengakuan legalitas menjadi langkah penting dalam melindungi hak kelola masyarakat lokal.
“Kami mendukung penuh inisiatif ini untuk diakui dalam kawasan konservasi. Jika sudah masuk dalam pencadangan, pengelolaan ini akan mendapatkan pengakuan hingga tingkat nasional,” ujar Munandar.
Tata Kelola Berbasis Masyarakat
Tata kelola wilayah perairan laut berbasis masyarakat lokal dengan sistem buka tutup di Pulau Langkai dan Lanjukang telah berlangsung sejak tahun 2021. Hasilnya, populasi gurita semakin meningkat dengan ukuran yang lebih besar, sehingga meningkatkan pendapatan nelayan serta efektif dalam menjaga kelestarian lingkungan laut, khususnya ekosistem terumbu karang dan spesies prioritas penting.
Namun, di balik keberhasilan ini, masih terdapat berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat, seperti penguatan jaminan pengelolaan wilayah laut berbasis masyarakat dan pengawasan terhadap nelayan dari luar Pulau Langkai dan Lanjukang yang masih sering melanggar kesepakatan buka tutup. Selain itu, praktik penangkapan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom atau bius, masih menjadi ancaman.
Ketua Forum Pasibuntuluki, Erwin RH, menyampaikan bahwa pengelolaan wilayah ini mencerminkan kepemilikan dan tanggung jawab masyarakat lokal atas keberlanjutan ekosistem laut.
“Kami berharap sistem buka tutup ini tidak hanya menjaga sumber daya laut tetapi juga memperkuat hak-hak masyarakat pesisir sebagai pengelola utama wilayah ini,” kata Erwin.
Forum Pasibuntuluki mengelola dua wilayah buka tutup dengan luas total sekitar 400 hektar di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang. Wilayah ini mencakup area yang berada di dalam dan di luar kawasan konservasi. Sistem buka tutup diterapkan secara rotasi di tiga area, di mana masing-masing area ditutup selama tiga bulan dalam setahun.
Kesepakatan masyarakat untuk menutup sementara area penangkapan gurita didasarkan pada prinsip melindungi ekosistem laut sekaligus memberikan waktu bagi gurita untuk berkembang biak secara optimal. Aturan ini disepakati bersama melalui Kesepakatan Bersama Tata Kelola Wilayah Laut Berbasis Masyarakat yang ditandatangani oleh nelayan, tokoh masyarakat, dan perwakilan pemerintah.
Penguatan Hak Kelola Masyarakat
Direktur Eksekutif YKL Indonesia, Nirwan Dessibali, menekankan pentingnya melindungi hak masyarakat lokal dalam mengelola wilayah mereka sendiri.
“Inisiatif buka tutup ini adalah bukti bahwa masyarakat mampu mengelola sumber daya mereka secara berkelanjutan. Namun, hak kelola ini perlu diakui dan dilindungi secara hukum agar masyarakat merasa aman dalam menjalankannya,” ujarnya.
Kesepakatan Bersama dan Simbolisasi Penanda
Puncak acara ditandai dengan pembacaan dan penandatanganan Kesepakatan Bersama Tata Kelola Wilayah Laut Berbasis Masyarakat oleh perwakilan nelayan dan pemerintah. Kesepakatan ini mencakup aturan-aturan terkait penutupan sementara, pengawasan, serta sanksi bagi pelanggar.
Sebagai simbol dimulainya periode penutupan, dilakukan pemasangan penanda wilayah berupa pelampung dan papan informasi di laut. Pemasangan ini dilakukan secara bersama-sama oleh perwakilan pemerintah, Forum Pasibuntuluki, dan nelayan setempat.
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya melestarikan ekosistem laut tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sistem buka tutup ini menjadi contoh nyata bagaimana pengelolaan sumber daya berbasis lokal dapat berjalan berkelanjutan dengan dukungan lintas pihak.
*Rilis YKL Indonesia