Banjir yang melanda Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Senin (13/02/2023) dilaporkan telah surut di semua titik banjir. Bendasarkan rilis dari CNN Indonesia terpantau sekitar 2.293 warga yang masih bertahanb di lokasi pengungsian yang tersebar 28 titik.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Makassar mencatat sebanyak 14 kelurahan yang terkena dampak banjir.
“Data hari ini masih ada sekitar 4 kecamatan yang masih terdampak banjir dengan jumlah pengungsi 2.293 jiwa. Sebagian warga telah kembali setelah banjir surut,” kata Kepala BPBD Makassar, seperti yang dilansir CNN Indonesia.
“Lokasi pengungsian tersebar di Manggala ada 4 kelurahan, Biringkanaya ada 3 kelurahan, Tamalate ada tiga dan Rappocini ada empat kelurahan. Jumlah pengungsi sudah berkurang, walaupun masih banyak yang bertahan di tenda pengungsian saat ini,” tambahnya.
Banjir Meningkat 10 Tahun Terakhir
Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB mencatat kejadian bencana banjir di Sulawesi Selatan (Sulsel) meningkat dalam periode 10 tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 2012 hingga 2017 frekuensi kejadian bencana di Sulsel hanya di bawah 100 kali dan tren 2018 hingga 2022 intensitasnya meningkat hampir 2 kali lipat.
WALHI Sulsel dalam keterangan persnya mengungkap hal ini juga menjadi salah satu faktor jika krisis iklim semakin nyata terjadi.
“Kalau kita lihat saat ini Makassar didominasi oleh pemukinan termasuk kawasan industri,” kata Kepala Divisi Urban dan Infrastruktur WALHI Sulawesi Selatan, Muhammad Riszky, seperti dikutuip dari Makassar Terkini.
Berdasarkan peta tutupan lahan yang diolah oleh WALHI Sulsel sekitar 11.423,55 atau 65,04 persen adalah lahan terbangun. Belum lagi luasan daerah resapan atau ruang terbuka hijau yang hanya sekitar 10,99 persen.
Artinya kondisi Makassar sangat rentan terkena banjir terlebih di musim penghujan sekarang ini. Belum lagi kerentanan hutan dan area DAS yang menjadi penopang Kota Makassar yang saat ini semakin berkurang tutupan lahannya.
“Tingginya kejadian bencana berbanding lurus dengan tingginya laju deforestasi dan degradasi kawasan hutan yang terjadi di Sulawesi Selatan,” sebutnya.
Melihat kerentanan yang terjadi pemerintah, dia mengatakan seharusnya pemerintah melihat ke arah pembangunan yang berorientasi keberlanjutan lingkungan.
Rujukan: CNN Indonesia; Makassar Terkini