Search
Close this search box.
Search

Gelar FGD, Jaring Nusa Bedah Draft Peraturan Negeri Tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Laut di Pulau Haruku

Gelar FGD, Jaring Nusa Bedah Draft Peraturan Negeri Tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Laut di Pulau Haruku

Maluku – Koalisi NGO Jaring Nusa kembali menggelar diskusi terfokus bersama aktivis CSO, peneliti, masyarakat dan akademisi secara online, Sabtu 14 Mei 2022. Kali ini, Jaring Nusa membedah draft Peraturan Negeri (Perneg) Kabauw  tentang perlindungan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut di wilayah adat Hatuhaha.

Diskusi terfokus online ini menghadirkan Ketua Yayasan Jala Ina, Yusuf Sangadji selaku inisiator Perneg dan juga pembedah draft Direktur HuMa, Agung Wibowo,  Direktur Advokasi AMAN, Muhammad Arman serta Dosen IAIN Ambon, Saleh Suat dan OZS Tihurua.

Dalam sambutannya, Dinamisator Jaring Nusa, Asmar Exwar, mengatakan sangat mengapresiasi dengan adanya peraturan di tingkat desa adat yang mengatur tentang pengelolaan dan perlindungan pesisir-laut. Ia mengatakan bahwa aturan semacam ini harus disebarkan agar menjadi inspirasi bagi masyarakat pesisir pulau kecil di Indonesia, khususnya di kawasan timur Indonesia.

“Masih belum banyak aturan di tingkat lokal khususnya mengatur pemanfaatan dan perlindungan sumber daya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Oleh karena itu, Jaring Nusa sebagai koalisi NGO yang fokus mempromosikan pengelolaan pesisir dan laut yang berkelanjutan dan berkeadilan mencoba terus mendorong diskusi tentang  hal-hal positif dalam aturan tersebut”, jelas Asmar.

Kemudian, pada sesi pemaparan materi, Ketua Jala Ina, Yusuf Sangadji menjelaskan bahwa latar belakang lembaganya menginisiasi peraturan negeri Kabauw, Pulau Haruku, karena sebagai masyarakat pesisir, baik individu maupun kelompok pasti memiliki masalah yang kompleks dan berbeda-beda. Diantaranya, masalah ekonomi, batas-batas dalam memanfaatkan sumber daya alam, dan kesenjangan sosial.

“Maka untuk meminimalisir kesenjangan sosial dan ekonomi yang dialami masyarakat, terkhusus dalam hal pengelolaan pesisir dan laut, maka perlu ada aturan hukum yang mengatur dan mengikat secara merata semua lapisan masyarakat” jelas Yusuf.

Selain itu, untuk membangun kesadaran masyarakat secara kolektif dalam hal perlindungan dan pemanfataan pesisir dan laut secara berlelanjutan. Karena pesisir dan laut adalah sumber kehidupan utama masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Kedepan, kami akan membuat peraturan baru yang skalanya lebih luas yang mengatur bersama-sama pemanfaatan pesisir dan laut di Uli Hatuhaha” tambahnya.

Selanjutnya, Pembina Jala Ina, OZS Tihurua, mengatakan, harus ada sinkronisasi antara hukum positif dengan hukum adat. Karena ada beberapa masalah hukum positif bila yang berlaku di wilayah adat. Misalnya tingkat kepatuhan masyarakat adat terhadap hukum positif sangat rendah. Perlindungan dan pemanfaatan sumber daya di wilayah adat tidak banyak diatur melalui hukum positif, dan yang terakhir cara pandang masyarakat terhadap batas wilayah adat yang masih berbeda-beda.

“Sehingga pembuatan peraturan negeri sebagai hukum positif perlu mengadopsi hukum-hukum atau norma-norma adat” jelasnya.

Sementara pemateri lainnya yaitu Direktur HuMa, Agung Wibowo, mengatakan bahwa pemerintah desa bisa saja membuat peraturan desa adat sesuai kebutuhan desa. Bahkan pemerintah desa juga dapat membuat peraturan bersama kepala desa. Sehingga menurut Agung, secara ketentuan, tidak ada yang keliru dalam Peraturan Negeri Kabauw tersebut.

“Peraturan Desa Adat berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Sementara peraturan bersama kepala desa adat berisi tentang kerja sama desa adat” jelas Agung.

Terakhir, penjelasan Direktur Kajian dan Advokasi AMAN, Muhammad Arman. Ia mencatat ada beberapa masukan untuk perbaikan Peraturan Negeri Kabauw. Pertama pada konsideran menimbang. Menurut Arman, perlu dirumuskan secara filosofis nilai dasar Negeri Kabauw dalam konteks perlindungan dan pemanfaatan sumber daya pesisir di wilayah adat Hatuhaha. Kemudian perlu disesuaikan dengan kebaruan mengenai peraturan perundang-undang yang masih berlaku.

“Selain itu menurut saya, Perneg Kabauw ini belum secara terang menjelaskan soal pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap masyarakat adat. Perneg ini lebih banyak mengatur tentang kewajiban pemerintah (negeri) dan masyarakat setempat terhadap pesisir dan laut” jelas Arman.

Hadir pula dalam FGD seperti Dedi Adhuri,  Yando Zakaria, Muh. Hatta dan Idris Wasahua. Kegiatan FGD Jaring Nusa berlangsung sangat interaktif. Diskusi terfokus ini menghasilkan banyak masukan untuk penyempurnaan draft Perneg Kabauw nantinya. Acara berlangsung selama tiga setengah jam, dimulai pukul 14.10 dan berakhir pukul 17.15.

 

 

Penulis: Aini Chairunnisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *