Jaring Nusa kembali menggelar Focus Group Discussion untuk membahas urgensi RUU Daerah Kepulauan pada Sabtu (05/11/2022). Diskusi yang diselenggarakan secara luring di Ambon, Maluku ini mengangkat tema Pembangunan Wilayah Kepulauan.
Saat ini, lahirnya Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan sedikit memberikan kesempatan yang baik dalam rangka meningkatkan sistem kehidupan bagi daerah kepulauan, terkhusus bagi Kawasan Timur Indonesia yang saat ini masih memiliki lima provinsi dengan jumlah daerah tertinggal yang cukup banyak.
Nono Sampono, narasumber dari diskusi tersebut menjelaskan jika Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya yang ada di daerah kepulauan. Sehingga RUU Daerah Kepulauan diperlukan dengan beberapa perbaikan agar dapat dinikmati untuk kesejahteraan masyarakat di daerah kepulauan.
“Konten di dalam RUU Daerah Kepulauan tentunya masih banyak kekurangan, UU dasar kita saja sudah di amandemen 4 kali dan kita yang mau menuju kesana ini terkait RUU Daerah Kepulauan sejarah perjuangan juga panjang,” ungkap Nono Sampono yang merupakan Wakil Ketua I DPD RI.
“Hampir 2 dekade kita merumuskan ini dari inisiasi DPR RI sampai kami di DPD RI ikut serta dan mengambil alih urusan ini. Sehingga kami memang ingin mendengar masukan-masukan dari organisasi masyarakat sipil, pemuda dan masyarakat semua,” tambahnya.
Sementara itu, M. Yusuf Sangaji selaku Direktur yayasan Jala Ina turut memberikan aspirasinya terkait RUU Daerah Kepulauan. Ia menyebut jika RUU ini harus memastikan harkat dan martabat masyarakat yang ada di pulau kecil serta mempertahankan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan terutama perlindungan dari ancaman industri ekstraktif.
“Kemarin kita buat diskusi internal masukan dari teman-teman di Jaring Nusa terkait poin pertambangan di dalamnya yang perlu dilihat jangan sampai kebablasan. RUU ini juga sebagai jalan lain untuk memuluskan investasi yang marak terjadi di pulau-pulau kecil terutama Indonesia Timur,” terangnya.
“Kemudian pulau kecil ada faktor pembatas yang perlu diperhatikan. Ketika tambang masuk maka sudah pasti kita punya masyarakat yang terkena dampak langsung akan terusir dengan sendirinya dan menjadi penonton di negerinya,” tambahnya.
Pentingnya perlindungan masyarakat di pulau kecil khususnya nelayan turut disampaikan oleh Teria Salhuteru. Ia mengungkap jika RUU ini mesti melihat nelayan sebagai subjek utama pembangunan khususnya di Pulau Banda.
“Aspek terkait nelayan kecil perlu diperhatikan di dalamnya jangan karena soal GT di atas 30 yang diperhatikan tetapi penting nelayan-nelayan seperti di Banda yang bahkan dibawah 1 GT punya peran penting dalam menjaga pangan laut kita,” ungkap Teria, yang merupakan Ketua Moluccas COastal Care.
Selain itu dalam penyusunan RUU Daerah Kepulauan yang sasarannya memiliki ciri yang berbeda di tiap pulau, maka pelibatan sebanyak-banyaknya stakeholder dan masyarakat turut dilakukan. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur TUnas Baharu Maluku, Syarifuddin Azhari.
“RUU Kepulauan sejatinya perlu adanya keterlibatan dari masyarakat di dalam penyusunannya,” tegasnya.
Penulis: Muhammad Riszky