Dekarbonisasi dan transisi energi adalah kebijakan yang bermula dari hukum internasional yang dimandatkan dalam Perjanjian Paris untuk menahan kenaikan temperatur rata-rata global ke 2°C dari level pra-industri.
Sayangnya, kebijakan dan komitmen pemerintah Republik Indonesia terkait dekarbonisasi saat ini masih belum ada transparansi sehubungan dengan potret sebaran emisi dari penggunaan pembangkit listrik batubara yang terintegrasi langsung ke area industri atau sering disebut dengan PLTU Captive.
Melalui Perpres 112/2022, negara masih memberikan ruang dan karpet merah terhadap pembangunan dan operasi PLTU Captive. Hal ini menimbulkan adanya praktik yang kami sebut sebagai ‘Booming PLTU Captive’ di area yang menjadi pusat hilirisasi nikel seperti yang terjadi di Pulau Sulawesi.
Melihat pentingnya persoalan ini dibicarakan secara meluas oleh publik, maka Aliansi Sulawesi Terbarukan (WALHI Sulawesi tenggara, WALHI Sulawesi selatan dan WALHI Sulawesi tengah) telah meluncurkan Policy Paper berjudul “Booming PLTU Captive: Ironi Transisi Energi, Kehancuran Ekologi, dan Hilangnya Sumber Penghidupan Masyarakat di Pulau Sulawesi”.
Dokumen policy paper ini menggambarkan soal alarm bahaya bagi kehidupan dan lingkungan di Pulau Sulawesi pasca adanya Booming PLTU Captive.
Selengkapnya dapat dibaca di sini.