Putusan tersebut menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 163.K/ MB.04/ DJB/ 2021, tanggal 29 Januari 2021, tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe.
Amar putusan Majelis Hakim Agung MA menyebutkan jika gugatan tingkat Kasasi melawan Menteri ESDM dan PT Tambang Mas Sangihe selaku tergugat intervensi menolak segala upaya Kasasi Menteri ESDM RI dan PT. TMS dengan mengabulkan gugatan warga Pulau Sangihe yang sebelumnya juga menang pada tingkat Banding di PTTUN Jakarta.
Juru bicara koalisi masyarakat SSI, Samsared Barahama mengatakan, warga Sangihe menyambut baik dan terharu atas putusan itu karena akan menyelamatkan ruang hidup masyarakat lokal dan lingkungan dari ancaman kerusakan.
“Warga terharu, ada yang menangis. Ini hasil dari perjuangan kami yang panjang, lebih dari setahun. Putusan ini telah menyelamatkan ruang hidup masyarakat Sangihe. Tidak ada lagi mobilisasi alat-alat berat ke lokasi yang sekarang ini dilakukan penambangan. Kami harap perusahaan menghormati putusan persidangan tertinggi di Indonesia,” ungkapnya melalui beritabaru.co.
Salah satu pertimbangan Majelis Hakim bahwa AMDAL pada Izin Lingkungan Kegiatan Pertambangan Emas PT Tambang Mas Sangihe tidak melibatkan masyarakat dan kearifan lokal. Kontrak Karya atas Kepulauan Sangihe yg merupakan kategori Kepulauan kecil juga tidak dilengkapi dengan izin/ rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan, sehingga Keputusan Menteri ESDM Nomor 163.K/ MB.04/ DJB/ 2021, tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT TMS harus dibatalkan.
Kepala Divisi Hukum JATAM, Muhammad Jamil, yang juga menjadi tim kuasa hukum dari 37 penggugat warga Sangihe, berharap Kementerian ESDM mematuhi putusan itu dengan mengeluarkan surat keputusan pembatalan dan bersatu dengan masyarakat untuk melakukan penghentian kegiatan pertambangan PT TMS di Sangihe.
“Putusan MA ini menguatkan bahwa SK Menteri ESDM harus dicabut dan mengabulkan permohonan yaitu penundaan seluruh aktivitas TMS. Artinya, mau mereka mengajukan peninjauan kembali [PK], TMS wajib segera menghentikan seluruh aktivitas pertambangan, bahkan wajib mengangkat seluruh alat berat dari sana,” kata Jamil yang dilansir beritabaru.co.
Dengan demikian, keberadaan PT TMS di Pulau Sangihe sudah tidak lagi memiliki legitimasi secara hukum. Pemerintah harus segera mencabut izin tambang PT TMS berikut segala aktivitas perusahaan dihentikan, serta melakukan penindakan hukum yang tegas atas kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan.
Rujukan: SSI, JATAM, beritabaru.co