Potensi yang dimiliki oleh pulau kecil, baik itu terkait dengan aspek ekologi pulau, sumber daya ekonomi serta praktek pengelolaan pesisir pulau kecil yang lebih arif dan berkelanjutan telah banyak terbukti memberikan dukungan kesejahteraan masyarakat.
Pulau Wawonii tidak hanya memiliki potensi wisata yang menarik namun juga memiliki potensi perikanan, pertanian, perkebunan dan jasa lingkungan dari sumber daya hutannya. Pulau Wawonii memiliki luasan kurang lebih 867,58 km2. Dengan luas sumber daya hutan pada tahun 1995 seluas 45% (18.216 ha), sekitar 9.275 ha ditetapkan sebagai hutan negara dan 8.758 ha sebagai hutan kemasyarakatan.
Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia kembali menggelar diskusi untuk membahas tentang potensi dan pengelolaan Pulau Wawonii. Diskusi tersebut digelar secara daring pada Senin (21/03/2023).
Resiko tinggi Pulau Kecil
Koordinator Kelompok Masyarakat Hukum Adat (MHA) KKP, Ismail menjelaskan jika pulau kecil memiliki beberapa resiko dalam hal pemanfaatannya. Kerusakan lingkungan pulau dan ekosistemnya secara permanen dan tidak kembali, kerusakan kehilangan sumberdaya dan keanekaragaman hayati pesisir, laut dan pulau kecil. Kerugian lingkungan jangka panjang akibat kerusakan dan upaya pemulihan berbiaya tinggi. Resiko tinggi kesehatan dan keselamatan kerja.
Selain itu konflik horizontal pemanfaatan ruang di pulau kecil. Kedaulatan negara akibat penguasaan dan pemanfaatan oleh asing serta isu penjualan pulau. Penolakan masyarakat dengan kekerasan dan ancaman keselamatan, dan kerugian harta benda.
“Pembangunan suatu pulau harus mempertimbangankan aspek daya dukung seperti teknis, lingkungan dan aspek ekonomi budaya,” terangnya.
Ia juga menjelaskan jika alokasi pemanfaatan ruang di pulau-pulau kecil paling sedikit 30% dari luas pulau dikuasai langsung oleh negara untuk kawasan lindung, area publik. Paling banyak 70% dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha.
“Pelaku usaha wajib mengalokasikan paling sedikit 30% dari luasan lahan yang dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau,” terangnya.
Kewenangan KKP dalam pemberian izin/rekomendasi pemanfataan pulau-pulau kecil yaitu izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan. Pembatalan izin/rekomendasi dapat dilakukan karena membahayakan sumberdaya di pulau-pulau kecil. Membahayakan ekosistem perairan pulau-pulau kecil dan mendapat pertentangan dengan masyarakat lokal/masyarakat hukum adat.
Potensi Sumber Daya Alam di Konawe Kepulauan
Beni Raharjo, Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara menjelaskan jika potensi sumber daya alam di Pulau Wawonii sangatlah besar. Di Pulau Wawonii sendiri sumber pendapatan terbesar atau mata pencaharian utama dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
“Di Pulau Wawonii luas kawasan hutan sebesar 57.195,26 hektar. Luasan tersebut mencapai 65,93% dari luas wilayah. Luas hutan lindungnya sendiri sebesar 15,444,17 ha,” terangnya.
“Di pulau Wawonii terhadap perhutanan sosial melalui hutan kemasyarakatan. Luasnya mencapai 904 hektar yang ada di Kecamatan Wawonii Selatan,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan jika pelibatan masyarakat menjadi penting dalam pemanfaatan hutan yang ada di Wawonii. Keterlibatan masyarakat dengan hutan dan kawasan hutan dapat melalui penggunaan hutan dan pemanfaatan hutan.
“Tantangannya rencana kelola perhutanan sosial dan rencana kerja tahunan belum tersusun. Memang kita di KPH dapat membantu melakukan penyusunan terkait dokumen tersebut. Target bukan hanya luasan, tetapi pasca ijin keluar masyarakat dapat memanfaatkan,” jelasnya.
Hal senada juga diungkap oleh Muhammad Alfian, Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara. Ia menerangkan jika di Pulau Wawonii memiliki wilayah Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) yang diatur melalui Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2019.
Ia juga menambahkan jika perikanan menjadi sektor penting ekonomi. Pemanfaatan ruang laut dan sumberdaya pesisir secara berkeadilan dan berkelanjutan menjadi keharusan. Sehingga peran masyarakat dalam perencanaan seharusnya dilibatkan secara besar.
“Kami melihat dari aspek sosio kultural kurang direkam dalam perencanaan. Pengembangan sektor pertanian dan perikanan bisa menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi di Pulau Wawonii ke depannya,” uangkapnya.
Ancaman Tambang Nikel di Pulau Wawonii
Ada 15 IUP Nikel di Pulau Wawonii yang terbit pada masa sebelum terbentuknya DOB (antara tahun 2007-2013). Saat ini jumlah IUP Nikel di Pulau Wawonii sebanyak 2 IUP OP milik PT. Gema Kreasi Perdana: 1) SK. 83 Tahun 2010 seluas 958 Ha di Wawonii Barat dan Wawonii Tengah; 2) SK. 949/DPMPTSP/XII/2019, seluas 850,90 Ha.
Menurut Sarlan Adijaya, ahli antropologi Universitas Haluoleo menjelaskan kehadiran usaha pertambangan disana, tidak saja melanggar hukum tetapi juga dapat membahayakan ekologi dan lingkungan laut, serta eksistensi Orang Wawonii disana.
“Ingat IUP di Sultra yang diputuskan bersalah tahun 2014 dan kemudian terbit perintah eksekusi tahun 2017, namun tidak kunjung dilaksanakan hingga saat ini,” terangnya.
“Pada awalnya ada 15 IUP di Wawonii dan saat ini masih ada 2 IUP milik PT. GKP. Ada kesan perusahaan ini mendapat semacam privilese tertentu dari negara. Menarik juga untuk menelusuri gerangan pemiliknya,” tambahnya.
Pulau Wawonii adalah pulau kecil, ruang ekspresi kultural bagi masyarakat Wawonii. Kehadiran usaha pertambangan disana, tidak saja melanggar hukum tetapi juga dapat membahayakan ekologi dan lingkungan laut, serta eksistensi Orang Wawonii disana.
Rekomendasi Pengelolaan Pulau Wawonii
Dedi S Adhuri, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN turut memberikan pandangannya mengenai pengelolaan di pulau kecil. Ia menjelaskan jika alam dan manusia merupakan sebuah sistem yang terintegrasi.
“Pemakaian pengetahuan yang lebih lengkap, tidak hanya pengetahuan modern tetapi juga pengetahuan tradisional (traditional knowledge/wisdom) untuk memahami lebih baik kondisi dan dinamika sistem sosial dan ekologi,” jelasnya.
Ia mengungkap jika beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengelolaan pulau Wawonii sendiri yakni identifikasi stakeholders dan pengembangan jaringan. Lalu mengadopsi pendekatan melalui perspektif tata kelola dan pengelolaan wilayah pesisir yang adaptif.
“Kebijakan dan rencana pembangunan daerah kepulauan serta pengelolaan potensi sumber daya lokal berbasis masyarakat di Wawonii,” ujarnya.
Selanjutnya yang penting adalah melakukan diagnosis lalu mengoptimalkan pemanfaatan, review pengetahuan dan kebijakan praktik yang sudah ada. Terakhir ialah merumuskan rencana pengelolaan dan mengimplementasikannya.
“Kebijakan pemerintah untuk penguatan masyarakat kepulauan sebagai strategi meningkatkan resiliensi komunitas menghadapi dampak perubahan iklim,” tegasnya.