Jumat 1 November 2024 waktu Cali, Columbia [Sabtu 2 November 2024 waktu Jakarta, Indonesia] – Kabar gembira datang dari Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati ke-16 (COP16 CBD), di Cali, Colombia. Setelah dua minggu negosiasi alot, akhirnya Colombia sebagai host presidency COP-16 berhasil mencatat sejarah pembentukan lembaga permanen baru yang disebut dengan Subsidiary Body on Article 8j (SB8j).
Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara yang di awal menyampaikan penolakan, pada hari terakhir konferensi mengambil langkah progresif untuk turut mendukung pembentukan Subsidiary Body on Article 8j.
Pada pernyataan terakhirnya, delegasi Indonesia menyampaikan komitmen kuat untuk mendukung pengakuan terhadap masyarakat adat dan menjunjung semangat kompromi antar negara anggota CBD sebagai alasan perubahan sikap tersebut.
Hal ini menunjukan keseriusan pemerintah untuk terus melibatkan dan memenuhi hak-hak masyarakat adat dan lokal dalam rangka implementasi KM-GBF dan konvensi CBD.
“Sebagaimana sudah berulang kali sampaikan, Indonesia mengakui kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC) dan mengakui IPLCs sebagai bagian dari proses semua dokumen yang dibangun dibawah CBD,” kata Lu’lu’ Agustiana, Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai salah satu delegasi Republik Indonesia di CBD Colombia.
Namun, Lu’lu’ menambahkan, untuk meningkatkan status pengakuan ke level lebih tinggi, dalam hal ini terkait Article 8j, Indonesia membutuhkan kejelasan bagaimana mekanisme akan dijalankan.
Kejelasan inilah yang menjadi concern Delegasi RI selama perundingan di CBD. “Langkah berikutnya adalah bagaimana badan baru ini, Subsidiary Body 8j, dapat menunjukkan kinerja dengan baik sesuai dengan amanat yang kita tetapkan hari ini secara fair dan terbuka,” kata Lu’lu’.
Secara garis besar, Article 8j berkaitan dengan penghormatan, perlindungan dan pengakuan pengetahuan tradisional, inovasi dan praktik yang dilakukan masyarakat adat yang relevan dengan praktik konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati.
Pembentukan Subsidiary Body Article 8j bertujuan membantu memberikan saran, rekomendasi, dan panduan untuk menjalankan target-target yang disepakati dunia dalam Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF).
Selama dua pekan Konvensi Biodiversity (CBD) di Colombia, beberapa negara anggota menyampaikan penolakan dan meragukan alasan pembentukan lembaga permanen ini. Pemerintah Rusia, India, Jepang, Jordania, dan Indonesia ada di antara barisan yang menolak Article 8j ini.
Pembahasan tentang pembentukan Subsidiary Body ini memang sudah alot sejak pertemuan Ad Hoc Open Ended Working Group on Article 8j, yang digelar pada November 2023 lalu di Geneva, Switzerland.
Gelombang protes dari berbagai kalangan pun mewarnai proses negosiasi. Perwakilan masyarakat adat dari berbagai negara secara kolektif meneriakkan pesan kepada delegasi yang berunding, “Eshora! Bertindaklah sekarang!”.
Pada hari terakhir, Jumat 1 November 2024 waktu setempat – atau Sabtu 2 November 2024 waktu Indonesia – teriakan itu bersambut.
Sidang Pleno CBD mengeluarkan keputusan bersejarah: mengetok palu menyetujui pembentukan Subsidiary Body Article 8j. Suasana haru terasa pekat di ruang sidang Amazonia, Cali, Colombia malam ini.
Harapan memenuhi udara. Lewat proses negosiasi yang panjang, para pihak khususnya negara yang awalnya menyampaikan penolakan SB8j akhirnya mencapai kesepakatan yang dianggap paling mengakomodir kepentingan berbagai pihak, terutama kepentingan masyarakat adat dan lokal.
Sebagai catatan, dari berbagai negosiasi yang terjadi sepanjang pertemuan di Geneva maupun di Colombia COP-16, setidaknya ada beberapa perhatian khusus dari negara-negara tersebut terhadap agenda pembentukan SB8j, antara lain:
1. Bagaimana posisi Subsidiary Body 8j dengan mekanisme Subsidiary Body lainnya seperti Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice (SBSTTA) dan Subsidiary Body on Implementation (SBI)?
2. Apa yang menjadi nilai tambah dari perubahan Working Group on Article 8j menjadi Subsidiary Body on Article 8j? Apakah akan ada implikasi pembiayaan dari pembentukan SB8j yang akan membebankan negara anggota CBD (parties)
3. Apakah Subsidiary Body on Article 8j akan menggantikan peran negara dalam negosiasi CBD?
Apresiasi dan Harapan Masyarakat Sipil terhadap Pengesahan Badan Permanen Article 8J
Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo mengatakan, dukungan pemerintah Indonesia terhadap pembentukan badan permanen masyarakat adat dan komunitas lokal ini ini perlu pemerintah Indonesia selaraskan dengan rencana aksi dan strategi keanekaragaman hayati Indonesia atau IBSAP yang diluncurkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada bulan Agustus 2024 lalu.
“Kami berharap ini menjadi pengakuan dan perlindungan penuh terhadap wilayah adat dengan segala keanekaragaman hayatinya serta kearifan lokal masyarakat adat,” katanya.
Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, kesepakatan di konferensi keanekaragaman hayati ini memperkuat aksi konservasi yang dilakukan.
“Seyogianya diwujudkan melalui pengakuan dan perlindungan wilayah adat dalam wilayah dan rencana aksi konservasi, seperti IBSAP, penunjukan/penetapan/zonasi kawasan konservasi dan rencana aksi konservasi spesies,” katanya.
Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia yang hadir pada sidang akhir COP-16 menyampaikan jika pemerintah harus menjalankan mandat konstitusi untuk kepentingan masyarakat adat.
“Indonesia akhirnya bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat adat di komunitas global, dan menjalankan mandat konstitusi untuk terus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 B Ayat (2) Konstitusi,” kata Syahrul.
Cindy Julianty, Program Manager Working Group Indigenous Peoples’ and Community Conserved Areas and Territories Indonesia (WGII), menggarisbawahi pekerjaan rumah yang harus dikerjakan menyusul pengesahan Article 8J.
Ada kebutuhan untuk menyusun berbagai panduan dan rekomendasi, bagaimana cara menghitung dan mengakui kontribusi Masyarakat Adat dan Lokal untuk implementasi target Kunming Montreal – Global Biodiversity Framework. Cindy menekankan, dalam level nasional, sebetulnya ada keterkaitan kuat antara Article 8j dengan dokumen IBSAP (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan) yang sudah diterbitkan pemerintah khususnya target soal partisipasi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal.
“Keberadaan Subsidiary Body on Article 8j merupakan tonggak sejarah. Konvensi CBD benar-benar menempatkan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal sebagai aktor penting dalam implementasi KM-GBF,” kata Cindy Julianty.
Langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini patut mendapat apresiasi, dan menjadi legacy penting bagi performa pemerintah dalam negosiasi di level internasional, dan harapannya dapat diamplifikasi pada forum lain seperti konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan dalam rangka Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).
Keberpihakan pemerintah pada masyarakat adat dan komunitas lokal dapat menjadi kekuatan bagi Pemerintah Indonesia untuk memajukan Indonesia sebagai negara dengan mega biodiversity, keragaman budaya, tradisi dan pengetahuan tradisional.
Bimantara Adjie mewakili Perkumpulan HuMa menambahkan pekerjaan rumah yang tak kalah penting seiring dengan pengakuan Article 8J. Salah satu yang masyarakat sipil dorong adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang tertunda sejak tahun 2012.
“Kita perlu memastikan agar legacy ini juga dapat diteruskan di level nasional, di mana pemerintah perlu meneruskan budaya hukum yang memiliki keberpihakan pada masyarakat adat dan kelompok minoritas lainnya dalam pembentukan produk kebijakan di berbagai level, termasuk upaya untuk mengakui hak-hak mereka atas wilayah dan sumberdaya alam sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi,” kata Bimantara Adjie.
Foto Utama: Philipp Montenegro, CC BY-NC-ND (via The Conversation)
*Rilis ICCAs Indonesia